Pentingnya Pengendalian Emosi untuk Mencapai Kesepakatan Terbaik


Presiden Carter berhasil menggunakan kekuatan emosi ketika mengadakan negoisasi perdamaian antara Mesir dan Israel. Presiden Carter mengundang Perdana Menteri Israel, Menachem Begin dan Presiden Mesir, Anwar Sadat untuk datang ke Camp David. Tujuan diadakan pertemuan tersebut adalah membantu kedua pemimpin yang berseteru untuk bernegoisasi agar memperoleh kesepakatan yang dapat membawa perdamaian. Namun selama tiga belas hari pertemuan diadakan, proses negoisasi mengalami kebuntuan karena tidak ada kesepakatan diantara keduanya, hal tersebut membuat Presiden Carter merasa masygul.
Namun demikian, Presiden Carter membuat langkah yang berdampak emosional secara signifikan. Ketika mereka diminta untuk berfoto bersama (antara Carter, Menachem Begin dan Anwar Sadat), Begin meminta foto tersebut dengan alasan akan dihadiahkan untuk cucu perempuannya tercinta. Lantas Presiden Carter memberikan hasil foto tersebut kepada Begin yang sebelumnya telah tertulis nama cucu perempuandibalik foto tersebut.
Menachem Begin menerima foto tersebut dengan suka cita karena nama cucu perempuannya tertulis di belakang foto tersebut. Kemudian mereka tak terasa terlibat pembicaraan tentang cucu-cucunya dan juga masalah perang. Saat itu pulalah,


terjadi proses titik balik dari negosisasi yang buntu tersebut. Pada hari itu juga, antara
Presiden Carter, Menachem Begin dan Anwar Sadat sepakat untuk menandatangani Camp David Accord (Persetujuan Camp David).

Kisah Lainnya :
Setelah berbulan-bulan digodok sebuah gagasan atau ide oleh sebuah tim yang telah bekerja keras untuk menghasilkan sebuah konsep Design mobil terbaru. Seorang R & D akhirnya merasa yakin bahwa design mobil tersebut akan disetujui oleh Dewan Direksi dan Komisaris nantinya. Ia merasa yakin karena ia bersama tim telah membahas secara komprehensif berdasarkan survey dan research pasar mengenai keinginan pelanggan maupun trend yang terjadi saat ini.
Dengan rasa percaya diri, ketika diadakan rapat bersama seluruh dewan direksi dan komisaris, ia pun menyerahkan konsep design mobil untuk disepakati dan disetujui oleh Direktur Utama. Namun, pada saat ia menjelaskan secara detail konsep tersebut, salah satu direksi produksi mempertanyakan salah satu komponen mesin sebaiknya diproduksi sendiri dan bukannya melalui outsourcing agar memperoleh cost lebih murah.
Direktur R & D menyatakan perubahan komponen akan mempengaruhi performance, “ kami hanya membuat design dengan perhitungan matang....” dan lanjutnya “suka atau tidak suka kami tidak akan merubahnya..., masalah harga kompetitif itu wilayahmu dan bukan fokus kami”. Entah kenapa, hanya karena kalimat tersebut, justru menjadi bumerang baginya. Berbulan-bulan konsep design mobil tetap sebagai impian, dan kini jabatannya diturunkan hanya sebagai supervisor dalam divisi pembuat asesoris mobil.

Ulasan kisah
Pada dua kisah yang berbeda di atas, menceritakan tentang kisah antara negoisasi yang berhasil dan gagal. Negoisasi merupakan pertemuan antara kedua belah pihak yang memiliki misi atau kepentingan, dimana akan menghasilkan suatu kesepakatan dari salah satu diantaranya kepentingan tersebut atau keduanya.
Dalam kisah negoisasi yang terjadi pada Camp David, Presiden Carter pandai memanfaatkan emosinya sehingga menghasilkan kesepakatan dengan baik. Namun pada kisah yang lain, sang direktur yang terlalu sombong dan percaya diri, tidak pandai memanfaatkan emosinya, selain terjadi kegagalan dalam kesepakatan bahkan justru berdampak buruk baginya.
Persinggungan antara kedua belah pihak, jelas akan menimbulkan emosi dari pihak masing-masing, dan emosi tersebut akan mempengaruhi perilaku atau tindakan yang menghasilkan suatu kesepakatan. Kesepakatan diwujudkan untuk memenuhi kepentingan salah satunya, atau kombinasi diantara keduanya, atau bisa pula menghasilkan ketidaksepakatan.
Namun ada pula, ketika kesepakatan sudah diambil, namun kita merasa kesulitan mewujudkan hasilnya, mengapa?. Karena kesepakatan terjadi berdasarkan ‘tekanan’ (terintimidasi), pihak Inferior merasa ditekan untuk menandatangani yang sebenarnya belum disepakati, atau sikap diam seribu bahasa mereka (tanda tidak setuju) dianggap sebagai pernyataan setuju. Alhasil, saat kesepakatan dijalankan akan menemui hambatan akibat ketidaksetujuan (ketidaksepakatan) mereka. Inilah yang dikenal dengan kesepakatan untuk ’ tidak sepakat’.
APAKAH EMOSI ITU?
Sering kita mendengar disekitar kita, atau kita sendiri yang mengalami, entah perdebatan atau percekcokan, yang jelas salah satu atau diantara keduanya menampilkan wajah yang sangat tegang pertanda mengalami emosi dan diungkapkan dengan suatu kemarahan : “ Laporan macam apa ini?, sudah berapa lamu kamu menjadi auditor hah!,....”, atau “ suka atau tidak suka, kamu harus mentaati aturan ini!...”. Terkadang kita juga tidak mengungkapkan emosi yang kita rasakan dalam suatu sikap, namun tetap saja merusak keceriaan suasana hari itu.
Psikolog Fehr dan Russel mengatakan bahwa setiap orang tahu apa itu emosi, namun tidak seorang pun mengetahui definisi secara jelas atas apa yang mereka rasakan. Kita merasakan adanya emosi, ketika seseorang menyinggung hal yang bersifat pribadi, maka emosi kita akan merespon, diikuti dengan pikiran dan perubahan psikis, juga hasrat untuk melakukan sesuatu. Misalnya, ada seorang bawahan yang menyuruh kita tanpa sadar saat didalam rapat “ Siapa dia?,... berani-beraninya menyuruh saya!...”. Biasanya perubahan psikis terjadi dengan tekanan darah meningkat sehingga ada keinginan untuk marah.
Emosi yang timbul bisa bersifat negatif atau postiif. Emosi positif menghasilkan perasaan yang menyenangkan – entah bangga, perasaan senang, lega – yang menghasilkan sesuatu yang baik. Sebaliknya, emosi negatif akan menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan – entah marah, kecewa, frustasi – yang menghasilkan suasana tidak baik.
A.    DAMPAK DARI EMOSI NEGATIF

1)      Emosi negatif dapat mengalihkan perhatian dari masalah pokok
Emosi negatif bisa menjadi penghalang atas kesepakatan yang telah kita bangun sebelumnya. Ketika seseorang merasa sakit hati, maka emosi tersebut dapat mengubah menjadi suatu permusuhan. Ketika salah satu peserta rapat merasa terganggu atau tersinggung, maka mereka akan mengungkapkan emosi dengan tekanan darah yang meningkat dan membuat mereka mengambil sikap tertentu, entah dengan marah-marah atau hanya berdiam diri saja seraya menggerutu. Yang jelas, mereka akan mengalihkan perhatian dari kesepakatan sebelumnya dengan melindungi diri atas kepentingannya atau justru menyerang kita.
2)     Emosi negatif bisa menghancurkan hubungan
Emosi yang kuat dapat mengalihkan pikiran mereka dan membuat kita harus menanggung risiko atas kehancuran suatu hubungan. Dengan rasa marah, mereka akan mencela dengan komentar panjang (bahkan lari dari persoalan sebenarnya) atas kesepakatan yang telah buat, atau meraka akan membahasnya dengan bungkam seribu bahasa ketika kita membutuhkan suatu dukungan atas kesepakatan tersebut.
3)     Emosi bisa mengeksploitasi kita
Sebenarnya, ketika mereka mengingkari atau membantah atas pernyataan kita sebelum mereka tertarik dengan penjelasan yang akan kita uraikan, reaksi tersebut menunjukkan adanya perhatian dan kelemahan kita. Orang yang mampu memperhatikan reaksi emosional dengan cermat dapat menilai dan akan mengeksploitasi kelemahan kita, atau sebaliknya. Namun, eksploitasi atas informasi dari sebuah sikap mereka hanya untuk mempertimbangkan sebuah kesepakatan yang kita inginkan.
Ketika kita menjelaskan sesuatu, mereka yang merasa emosi, akan memperhatikan atau mencermati (atau menunggu kita akan berbuat) sebuah kesalahan kecil dan bukan suatu kebenaran dari keseluruhan. Saat itulah, mereka akan menyerang kita habis-habisan atau mengeksploitasi agar tercapai tujuan untuk mencela dengan komentar-komentar pedas sehingga tidak tercapai kesepakatan.


B.    DAMPAK DARI EMOSI POSITIF

1)      Emosi positif dapat mempermudah terpenuhinya kepentingan substantif
Adanya emosi positif yang tercipta terhadap orang lain, akan menghilangkan rasa kecurigaan, rasa takut atau khawatir dan mengubah hubungan yang selama ini penuh permusuhan menjadi suatu keakraban dan persahabatan. Dengan emosi positif, kita termotivasi untuk bekerja lebih baik. Kita menjadi lebih terbuka untuk mendengar dan berbagi kepentingan kepada orang lain sehingga dapat menghasilkan suatu kesepakatan.
2)     Emosi Positif dapat mempererat hubungan
Emosi positif akan memberikan perasaan senang kepada orang lain. Kita bisa bicara dengan menyenangkan tanpa dihantui rasa takut mendapat celaan atas serangan dari orang lain. Dengan menjalin persahabatan bisa sebagai jaring pengaman bagi kita dalam bernegoisasi. Walau dalam situasi negoisasi menegangkan, namun kita bisa duduk bersama untuk mengatasi persoalan.
3)                 Emosi positif menghilangkan risiko untuk diekspolitasi
Adanya emosi positif yang tercipta terhadap orang lain, juga akan menimbulkan rasa percaya diri pada kita untuk menjelaskan sesuatu. Bahkan ketika kita mengalami suatu kesalahan dan kita yakin akan mendapat tentangan, justru kondisi menjadi terbalik, mereka memahami dan menerimanya, kesepakatan keseluruhan terpenuhi dan point kesalahan dapat diperbaiki nantinya.

Elemen Negoisasi
Emosi Negatif &
Kecenderungan
Emosi Positif &
 Kecenderungan
Hubungan
Hubungan cenderung diliputi dengan ketidakpercayaan
Hubungan kerja yang kooperatif
Komunikasi
Komunikasi dilakukan terbatas dan penuh pertentangan
Komunikasi terbuka, mudah, dan terjadi dua arah
Kepentingan
Mengabaikan kepentingan, bergantung pada tuntutan yang ekstrim, gampang menyerah
Mendengarkan dan mempelajari kepentingan dan keinginan orang lain
Pilihan
a) Menciptakan dua pilihan : posisi kita atau orang lain

b)Ragu atas kemungkinan terjadinya kesepakatan yang menguntungkan
a)   Menciptakan banyak kemungkinan pilihan untuk menampung kepentingan masing-masing pihak.
b)  Optimis bahwa pilihan yang menguntungkan akan tercipta

Legitimasi
Persaingan antar kedua pihak tentang siapa yang benar dan salah
Menggunakan kriteria yang meyakinkan mengapa pilihan tersebut lebih baik unutk disepakati

C.    PARADIGMA TENTANG EMOSI

a)     Emosi tidak dapat dihilangkan
Kita tidak bisa menghilangkan emosi seperti kita menghilangkan pikiran yang terjadi dalam diri kita. Setiap hari kita mangalami berbagai perasaan baik rasa bahagia atau sedih, frustasi atau optimis, sakit atau senang, dsb. Sangatlah tidak bijak mematikan emosi yang justru akan berdampak tidak baik atau akan mempersulit diri kita. Justru adanya emosi tersebut akan memberikan informasi tentang hal-hal penting. Adanya emosi tersebut akan membuat kita lebih fokus terhadap apa-apa yang penting bagi orang lain.
b)     Tidak berguna mengabaikan emosi
Mengabaikan emosi yang terjadi baik pada diri kita atau orang lain sangat membahayakan, karena emosi akan selalu datang dan mempengaruhi kita. Mungkin kita bisa mengabaikan emosi, tetapi emosi tidak pernah mengabaikan kita.
c)      Emosi dapat mempengaruhi diri kita
Emosi dapat membuat kita berkeringat, gugup, wajah kita memerah pertanda tegang, atau bisa juga membuat kita merasa nyaman, tertawa, gembira, dsb. Oleh karenanya, seharusnya kita dapat mengontrol emosi-emosi tersebut. Mungkin kita bisa menahan tawa karena senang, atau rasa sedih karena kecewa, tetapi tubuh kita tetap mengalami perubahan emosi secara psikologis. Dengan menahan untuk tertawa, kita merasa perut akan terasa tegang. Atau sebaliknya, ketika kita menahan rasa sedih, kita akan merasa sesak didada. Dan hal terpenting adalah jika kita menahan emosi justru menyulitkan kita untuk berkonsentrasi terhadap persoalan-persoalan yang substantif.
d)     Emosi dapat mempengaruhi pikiran kita
Adanya rasa kecewa atau marah saat kita mengalami emosi, maka akal pikiran akan dipenuhi oleh pikiran-pikiran negatif. Yang ada dalam pikiran kita adalah menyangkal apapun statement tersebut atau mencela orang lain. Pikiran negatif akan mentup kta untuk berpikir dan belajar. Banyak kegagalan terjadi karena kita terperangkap dalam emosi dan pikiran negatif.
Demikian sebaliknya dengan emosi positif, justru pikiran kita terpusat pada apa yang benar atas statement atau perkataan orang lain. Dengan mengontrol emosi, pikiran kita menjadi lebih terbuka, kreatif dan bersikap fleksibel. Kita tidak tergoda untuk menoleh atau menerima gagasan, tetapi mencari hal-hal yang terbaik dari kesepakatan tersebut.
e)     Emosi mempengaruhi Perilaku
Setiap emosi yang kita rasakan, akan memotivasi untuk mengambil tindakan. Jika kita merasa senang, maka secara fisik ada keinginan untuk merangkul orang lain. Dan sebaliknya, jika kita merasa atau marah, maka kita akan mengambil sikap antipati, tidak setuju atau tidak memihak, bahkan akan meninggalkan rapat tanpa ada kesepakatan.
D.   SULITNYA MENGATASI EMOSI
Merupakan pekerjaan yang sulit untuk mengatur emosi yang terjadi baik pada diri kita maupun orang lain. Ada orang yang mampu mengatasi emosi secara langsung, bahkan mampu meningkatkan kemampuan mereka. Memang teramat sulit mengatasi emosi seketika ketika kita sebagai negoisator. Bahkan seorang psikolog atau psikiater juga mengalami kesulitan mengontrol emosi mereka sendiri saat melaksanakan tugasnya.
Hal tersebut dapat dibayangkan, dimana kita melakukan lebih dari satu kegiatan dalam waktu bersamaan. Seperti halnya, kita naik sepeda seraya bermain sulap dan bertelepon dengan seseorang. Bayangkan ketika kita sedang mengatasi emosi, saat melakukan negoisasi, kita sedang mencari-cari tanda-tanda emosi yang terjadi pada diri kita dan sekaligus mengamati emosi yang terjadi pada pihak lawan. Apakah kita sedang berkeringat sebagai tanda mengalami emosi negatif?, apakah mereka sedang menyilangkan tangan di dada sebagai tanda tidak setuju?, dsb.
Kita harus menganalisis situasi dengan asumsi penyebab-penyebabnya dengan beragam bentuk yang mungkin tidak jelas. Kita harus bertindak dan mengamati dampak atas emosional tersebut. Salah satu tujuannya adalah bagaimana kita dapat mengarahkan atau memunculkan emosi positif pada diri kita atau orang lain, sehingga tercapai kesepakatan sesuai dengan keinginan bersama.

E.    MENGARAHKAN EMOSI
Adalah hal yang sia-sia jika karena emmakan waktu dan energi banyak hanya menguruis emosi yang terjadi pada diri kita atau orang lain. Hal yang teraik adalah bagaiamana mengarahkan perhatia atau fokus kita pada apa yang membangkitkan emosi tersebut.
Sebenarnya tujuan utama dalam bernegoisasi ketika dalam rapat adalah mengetahui keinginan diantara kedua belah pihak. Salah satu kelemahan kita adalah tidak pernah mengetahui dan memahami keinginan mereka. Ada lima keinginan yang merangsang atau memicu, entah emosi positif atau negatif dalam suatu negoisasi seperti yang diuraikan pada tabel berikut ini.

Keinginan Utama
Keinginan yang diabaikan jika...
Keinginan terpenuhi jika...
Apresiasi
Pikiran, perasaan atau tindakan kita dianggap tidak bernilai
Pikiran, perasaan atau tindakan kita diakui membawa kebaikan
Afiliasi
Kita diperlakukan sebagai musuh dan orang lain menjaga jarak dengan kita
Kita diperlakukan sebagai rekan atau mitra
Otonomi
Kebebasan kita unutk mengambil keputusan tidak dihargai
Orang lain meng- hormati  kebebasan kita untuk memutuskan persoalan penting
Status
Posisi kita atau kita dipandang inferior
Posisi atau pendiri --an kita diakui sepenuhnya
Peran
Peran dan aktivitas kita secara pribadi tidak terpenuhi
Peran dan aktivitas kita secara pribadi terpenuhi

Jika kita bisa menangani keinginan tersebut secara efektif, maka kita bisa merangsang munculnya emosi-emosi positif yang terjadi pada diri kita maupun orang lain. Kelima keinginan tersebut akan berpadu, bercampur dan bergabung menjadi satu kesatuan. Akan tetapi, masing-masing keinginan memiliki kontribusi tersendiri dalam merangsang munculnya emosi.
Untuk mengakomodir atau mengharmonisasi perlu keselarasan, laksana dirigen dalam sebuah orkestra. Masing-masing instrumen akan tampil sendiri tanpa adanya tabrakan yang mengganggu ‘kuping’ penikmat musik.
F.     MENGELOLA EMOSI

1.       Persiapan sebelum Pertemuan
Lakukan persiapan dengan baik sebelum kita mengadakan pertemuan atau Rapat terutama bahan materi yang akan dibahas, maupun hal-hal penitng lainnya. Penguasaan materi adalah hal yang penting dengan memandang berbagai segi dan siapkan bahan-bahan pendukung, terutama materi-materi yang kita anggap krusial atau penting dengan alasan-alasan yang tepat.
Sebaiknya kita menganalisis keinginan-keinginan utama tersebut dengan membuat daftar atas emosi positif atau negatif yang mungkin muncul dan akan terjadi pada diri kita atau orang lain. Buatlah simulasi kira-kira apa yang akan terjadi pada orang lain jika kita salah mengatakan sesuatu?, apakah orang lain merasa otonominya dibatasi jika kita mengubah proposal/draft tanpa persetujuan dan sepengetahuan mereka?, langkah atau tindakan apa yang kita perlukan jika mengalami situasi seperti itu?,dsb.
2.      Memimpin pertemuan atau rapat
Dalam memimpin rapat kita harus mempersiapkan mental atau kendali emosi kita dengan baik sebelum pertemuan dimulai. Biasakan diri untuk datang lebih dahulu sebelum acara dimulai, agar kita dapat mengenal sikap peserta sehingga dapat menguasai keadaan.
Hal yang terpetning adalah kita harus mengenal dengan baik dengan siapa kita berhadapan terutama kebiasaan atau sikap mereka. Buatlah suasana yang hangat dan menarik sebelum kita membicarakan pada tingkat atau hal-hal utama yang akan dibicarakan atau didiskusikan.
Sesuai pepatah cina (pedang Zen) “orang yang menang perang adalah yang mengetahui kelemahan lawan dan lapangan”. Kita harus sadari bahwa peserta rapat atau pihak lawan (kelompok) juga telah mempersiapkan ‘sesuatu’ sebelum berlangsungnya pertemuan atau rapat. Oleh karenanya, sangatlah penting untuk tahu informasi sebelumnya tentang respon atau sikap mereka atas keberterimaan hal-hal yang akan dibahas. Sehingga kita akan tahu langkah atau tindakan apa yang harus dilakukan.
Seandainya ketentuan atau hal yang dirapatkan tersebut tidak disetujui, atau pendapat mereka tidak akan dihargai, kita bisa mencari alternatif atau tindakan tertentu untuk menarik perhatian. Janganlah mengintimidasi atau mengesploitasi lawan secara berlebihan, hargai pendapat mereka walau kita tahu bahwa argumentasi mereka lemah. Ingatlah bahwa pertemuan yang dihasilkan bukanlah menghasilkan siapa yang benar atau salah, atau siapa yang kuat dan lemah, namun mencari suatu kesepakatan atau solusi terbaik agar dapat dilaksanakan dengan baik nantinya.
3.      Meninjau ulang negoisasi atau kesepakatan
Kita perlu menyusun kembali atas hasil kesepakatan yang ‘tidak sepakat’ dengan menggunakan keinginan utama dan memahami mengapa terjadi reaksi emosional yang berlebihan. Jika salah satu peserta rapat membuat diskusi terputus, kita bisa meluangkan waktu untuk mengulangi keinginan utama yang menyebabkan mereka marah.
Kita bisa menggunakan informasi untuk mengarahkan situasi dengan harapan agar kejadian tidak terulang kembali. Baca kembali daftar-daftar situasi yang telah kita rancang sebelumnya dan jalankan strategi dan alternatif-alternatif yang telah kita persiapkan sebelumnya. Minimal akan mengurangi dampak emosional negatif yang terjadi.
Sidoarjo, 6 Maret 2011

Sumber Pustaka :
Keajaiban Emosi Manusia (Quantum Emotion for Smart Life), Roger F & Daniel S, Penerbit Think Jogjakarta, 2008. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta NKRI sebagai Jargon semata!

Siapkah Kita Menerima Segala Konsekuensi Demi Remunerasi ?