Mengungkap Terjadi Gelombang Rasisme Anti-China Yang Terjadi di Berbagai Dunia
Pengantar
Entah
kenapa seolah gelombang rasisme merebak lagi. Negeri Amerika yang menjunjung kemanusiaan
dengan HAM yang menjadi patron dunia, justru masyarakatnya berbalik 180 derajat
sikapnya. Dalam globalisasi dengan ragam informasi yang meluberi otak kita
terkadang menjadi sesak dan sulit untuk diseleksi atau dipilah, karena tidak
semua orang memiliki kemampuan kapasitas literasi yang sama. Disinyalir sumber
pemicu terjadi ketika adanya kasus peristiwa mengenaskan pada tanggal 16 maret
2021 yakni Robert Aaron Long, seorang pemuda kulit putih warga Amerika yang
menembak mati delapan orang di tiga lokasi panti pijat daerah Cherokee County
dan kota Atlanta, AS, enam korban diantaranya adalah wanita keturunan asia.
Walaupun sudah ditangkap dan didakwa, kejahatan tersebut tidak dianggap sebagai
tindakan rasial.
Aksi
Rasisme Terhadap Warga Keturunan Asia di Amerika
Akan
tetapi sejak adanya kasus tersebut, dalam seminggu terjadi insiden di wilayah
berbagai kota di Amerika yang mengalami berbagai kejadian serangan terhadap
warga keturunan asia. Misalnya, di San Fransisco terjadi serangan brutal
terhadap wanita asia berusia 75 tahun, di kota New York pada tanggal 21 Maret
2021 seorang asia berumur 54 tahun di serang dari belakang oleh seorang pria
hingga harus dirawat di Rumah Sakit, demikian juga ada seorang pria asia
berusia 37 tahun diserang setelah pulang melakukan aksi protes-kekerasan Asia. Terhadap
kejadian tersebut, maka ribuan orang turun ke jalan menjalankan aksi anti-kekerasan
terhadap warga keturunan asia yang dikenal dengan aksi “Stop Asian Hate”,
mereka turun ke jalan di kota New York, Atlanta, Pitisburg, Washington,
termasuk kota Montreal, Kanada.
Menurut Stop AAPI
Hate, organisasi yang melacak insiden kebencian dan diskriminasi
terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik, setidaknya tercatat ada 500
insiden diskriminasi dalam dua bulan pertama tahun ini. Jika dilihat setahun
terakhir, dari Maret 2020 hingga Februari 2021, angkanya mencapai 3.795 laporan.
Menurut
Gerakan aksi tersebut, mereka menyampaikan protes sebagai penyebab karena kritikan
Presiden Trump (saat itu presiden) dengan retorikanya yang penuh kebencian
terhadap China dan dianggap sebagai sumber penyebar wabah virus Covid-19 yang
kini melanda dunia, Presiden Donald Trump pernah menyebut virus Covid-19
sebagai “Virus China” atau “Virus Kung Flu”. Kasus rasisme dengan penyerangan
baik secara fisik atau sekedar pelecehan terhadap awarga Keturunan Asia, tidak
hanya terjadi di Amerika Serikat saja, melainkan juga terjadi di berbagai
negara.
Gelombang
Rasisme Anti-China Juga Merebak di Negara Lainnya
Misalnya
di Perancis, beberapa anak keturunan asia seperti china, Vietnam, korea dan
jepang selalu dikucilkan dan diejek di sekolahnya. Bahkan juga berdampak
ekonomi karena beberapa restoran China, kamboja, Thailand ada Jepang sempat
mengalami penurunan omzet berkisar 30-50%. Demikian halnya di negara Jerman, majalah
mingguan Der Spiegel sempat menerbitkan sampul heboh yang memicu kebencian
terhadap warga asia atau dikenal dengan Xenophobia. Menurut Kedutaan Besar China
di Berlin, mereka menerima berbagai laporan terkait penghinaan rasisme. Bahkan ada
seorang warga china dari Chengdu diusir dari apartemennya di Berlin dan alasan
pemilik apartemen bahwa dia terpaksa mengusir karena khawatir terkontaminasi
virus dan membahayakan kesehatan penghuni lainnya.
Berikutnya
di negara Belanda, pada tanggal 8 Februari 2020 sebuah asrama yang ditinggali
oleh mahasisiwa Tiongkok ditemukan bendera cina yang dirobek-robek di lantai
asrama dan pintu serta dinding kamar mereka dirusak dengan tulisan coretan/grafity
yang melecehkan. Kemudian pada tanggal 10 februari 2020, ada seorang pria keturunan
china berusia 65 tahun ditendang saat bersepeda oleh dua orang pemuda serta
merekamnya yang diunggah ke cerita Snapchat dengan tulisan “ jangan khawatir,
itu adalah pria China”.
Di
negeri Australia juga terjada peristiwa serupa, seorang siswa keturunan asia
yang dipukul mata hingga pecah kacamatanya seraya berkata “ Anda terkena virus”
dan “kembalilah ke negara anda” Dalam penyelidikan polisi, mereka membantah dan
marah dengan alasan si pemuda China salah menggunakan masker. Restoran China di
Sidney dan Melboure juga tejadi penurunan omzet hingga 70%. Bahkan ada jajak
pendapat dari Ipos MORI Online, dimana sebagian besar jawaban responden untuk
menanggulangi masalah wabah virus Covid-19 adalah dengan tidak berhubungan
dengan orang China.
Penutup
Semenjak
terjadinya wabah virus flu dahsyat Corona, yang disinyalir bermula dari Wuhan,
China hingga kini tidak diketahui lagi darimana asal sebenarnya. Wabah virus
tersebut sudah merebak ke seluruh antero dunia, dan tercatat hingga puluhan
juta jiwa melayang akibat keganasan virus tersebut. Informasi yang penuh
ketidakpastian dan kegamangan beberapa kepala negara dan pemerintahannya dalam
penanganan wabah hingga menyedot dana anggaran begitu signifikan hingga menyebabkan
terjadi stagnasi perekonomian di masing-masing negara.
Penyebaran
virus yang semula dianggap berasal dari binatang pengerat (kelelawar) tak
terbukti karena bisa menular antara manusia sebagai vektornya. Ragam modus penyebaran
wabah virus pun menjadi meningkat, semula hanya sekedar lewat cairan mulut
(dorp-let) hingga bisa lewat udara (airbone), bahkan disinyalir sudah bermutasi
jenis varian barunya. Untuk menghambat gerakan virus, berbagai negara juga
melarang antar warga untuk saling berhubungan atau berinteraksi, Lock-downisasi
entah bersifat ketat atau pembatasan kegiatan sosial total berskala besar atau
kecil. Hal ini justru seluruh penduduk menjadi resah, takut dan khawatir.
Sehingga wajar terkadang terjadi friksi atau bentrokan sosial terjadi, karena
kelamaan keluarga terkungkung di rumah terjadi kebosanan yang sangat luar biasa
(Cabin Fever) untuk rindu keluar rumah sekedar berjalan-jalan atau tamasya bersama
keluarga.
Ditambah
lagi akibat kemajuan teknologi komunikasi yang bebas pintas antar daerah atau
negara, ragam informasi berseliweran yang terkadang jika mereka yang rendah
kapasitas literasi, tidak lagi menyeleksi kebenaran info berita, sehingga
banyak warga yang terpapar oleh berita negatif atau isu ujaran kebencian, termasuk
berita tentang wabah virus. Tanpa sadar seolah terbenam dibawah alam kesadaran
yang terpola bahwa sumber bencana yang terjadi disebabkan oleh Negara China
yang sedang mecoba mencari pengaruh untuk menjadi Adi Negara Dunia menggeser negara
Amerika, dengan menghalalkan segala cara salah satunya melakukan penyebaran
virus. Mungkin ini pula menjadi salah satu pangkal penyebab bencana timbulnya
rasisme terhadap warga china atau keturunan asia.
Sumber
Berita:
1. Diptna Videlia
Putsnara, Arti Stop Asian hate yang trnding, Apa maksudnya Asian hate di AS?, tirto.id
, 30 Maret 2021.
2. Tommy patrio
Sorongan, Bukan Cuma Amerika, Anti-Asia Merebak di banyak negara,
cncbindonesia.com., 24 Maret 2021
Komentar
Posting Komentar