Sumpah Pemuda 1928: Bisakah Pemuda Kita Guncang Dunia di Era Millenial


Sumpah Pemuda1928 di Era Millenial:
Bisakah Pemuda Kita Guncangkan Dunia?

Oleh: Cak Subroto
( BPKP Provinsi DKI Jakarta)

A. Pengantar:
Peristiwa pada 28 Oktober 1928 bukanlah momen bersejarah yang biasa-biasa saja. Seremonial pada hari itu mendapat kehormatan luar biasa dan dinyatakan sebagai satu tonggak sejarah Republik Indonesia.

Pada 28 Oktober 1928, terbentuk bangsa (nation) Indonesia, seiiring putusan (ikrar) untuk mengikat diri kepada spirit persatuan. Satu Tanah Air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia! Sejak peristiwa tersebut, simpul-simpul kebangsaan mulai terajut kuat. Kesadaran dan komitmen rakyat untuk mendahulukan kepentingan bangsa tanpa sekat etnis, bahasa, bahkan agama, mulai tumbuh.

B. Napak Tilas Peringatan Hari Sumpah Pemuda

Bentuk dan pola perjuangan guna memerdekakan dan memajukan Indonesia pun kian terasa solid. Akhirnya, kita membuktikan diri mampu menjadi bangsa merdeka, berdaulat, dan bermartabat, serta sederajat dengan negara-negara besar lain di dunia.

Menurut sejarawan JJ Rizal, 28 Oktober awalnya diperingati sebagai Hari Lahir Indonesia Raya --pada 28 Oktober 1949, "Indonesia Raya" perdana dikumandangkan. Baru pada 1950-an, proses kreasi Sumpah Pemuda mulai menjadi perayaan nasional.

"Proyek" tersebut lantas berkait dengan pembentukan identitas (kebangsaan) Indonesia serta tema sentral perjuangan Soekarno tentang "Persatuan Nasional". Lebih-lebih, kala itu, banyak tantangan internal berupa pemberontakan di daerah. Karenanya, pada 1956, Soekarno mengeluarkan jargon-jargon: "Mereka yang mengkhianati Republik, berarti juga mengkhianati Sumpah Pemuda 1928!"

Mengadaptasi penjelasan Asvi Warman Adam (2012, hlm. 241-242), demi mencapai visi menciptakan "Persatuan Nasional" sekaligus menjawab tantangan, Soekarno menggunakan peringatan sejarah untuk menggali dan mengenalkan kembali spirit kebangsaan.

Hari Sumpah Pemuda baru diperingati secara meriah sebagai hari nasional pada 1957. Ketika itu, kondisi dalam negeri tengah bergejolak. Soekarno merasa membutuhkan suatu "media dan semangat" untuk kembali menghimpun persatuan bangsa.

C. Pemanfaatan Momentum Peringatan Sumpah Pemuda Di Era Millenial

Lewat tulisan singkat ini, setidaknya penulis ingin menyampaikan pesan kepada pemerintah dan generasi muda saat ini khususnya. Kepada para Pemuda untuk melakukan Renungan Diri dengan membaca sejarah peringatan Hari Sumpah Pemuda, dan semestinya pemerintah pandai menjadikan suatu momentum sebagai media untuk mewujudkan visi maupun menjawab tantangan dan permasalahan bangsa.

Di titik tersebut, suatu peristiwa sejarah, apalagi yang berdampak besar, selayaknya tidak sekadar diperingati lewat upacara dan pidato selama beberapa menit, melainkan memanfaatkannya sebagai gelombang untuk membawa publik di republik ini masuk ke dalam arus semangat. Dengan demikian, nilai-nilai dan semangat yang bisa diwariskan dari peristiwa itu dapat terinternalisasikan kepada khalayak.

Masih ingat beberapa bulan silam kita dihebohkan dengan adanya novel fiksi yang memprediksi bahwa di Tahun 2030 Indonesia akan lenyap laksana terkena bencana likuifaksi?. Sumber yang dijadikan rujukan adalah sebuah novel fiksi berjudul Gosh Fleet bikinan P. W. Singer dan August Cole. Dalam novel tersebut, Indonesia pada tahun 2030 dianggap akan hancur walau kehancurannya bukan plot utama si novel.

Sementara itu, adanya fakta yang menyatakan sebaliknya berdasarkan hasil riset McKinsey (Fensom, 2016) yang menyebut bahwa Indonesia pada tahun 2030 akan mengalami kenaikan ekonomi sebesar 40%. Membawa Indonesia ke dalam lima besar raksasa ekonomi Asia. Dua puluh tahun kemudian, macan Asia ini menjadi nomor 4 terbesar di dunia. Hanya kalah dari China, India, dan Amerika Serikat (Martin, 2017).

Dengan demikian ada dua narasi terkait '2030': pertama, momentum keruntuhan; kedua, momentum kebangkitan. Dengan demikian, kita berada di persimpangan, di landasan-pacu: Merdeka atau Mati, jaya atau bubar. Bergantung pada apa yang disebut sebagai 'bonus demografi': anak muda, yang diharapkan kreatif, berintegritas, menguasai teknologi, dan bisa mendorong percepatan pertumbuhan (terutama atau setidak-tidaknya) ekonomi.

Disinilah peran generasi milenial mewarnai negeri kita, pada akhirnya, tidak hanya peta ekonomi Indonesia tetapi juga narasi sosio-kultural dan politik. Diharapkan Anak muda akan 'merebut' panggung, walaupun pada tataran elit, para golongan tua masih akan mencoba untuk mendominasi.

Akan tetapi, sepertinya tidak semua anak muda ini punya mental 'mengubah dunia'. Betul mereka tergerak untuk berjejaring dan memperkuat kolaborasi, dan menambal-sulam kesadaran melalui kegiatan kerelawanan. Tetapi, kita mengerti bahwa masih banyak anak muda Indonesia yang belum melek teknologi, masih illiterate menyoal media, serta masih gampang dimanipulasi sentimen-sentimen SARA, hoax, dan ujaran kebencian.

Penyebabnya sederhana: bangsa kita masih rendah minat bacanya, tetapi tinggi gairah bersosial-medianya. Selain jadi gampang menyebarkan dan terjebak dalam pusaran jual-beli hoax dan ujaran kebencian, situasi ini juga memungkinkan potensi besar untuk kita berdebat dan bertengkar pada hal-hal yang tidak prinsipil, yang membuat kita jalan di tempat, atau bahkan mundur. Ada energi berlebih, gejolak darah-muda, yang perlu dikelola, ditampung, dan disalurkan kepada pos-pos produktif.

Di sisi lain, perkembangan teknologi telah sampai pada tahap disruptif. Arus informasi menjadi supercepat. Tatanan sosio-kultural, politik, dan bahkan bisnis (yang konvensional) dikontestasi. Taruhlah kemestian kita mempertanyakan, misalnya, penggunaan artificial intelligence secara masif --yang dalam satu dan lain hal boleh jadi kita taken for granted. Mengimbangi percepatan ini saja sudah cukup bikin kewalahan. Jangan-jangan, tanpa pemersiapan diri yang baik malah betulan menyapu kita di tahun 2030; menjadikan kita budak di Tanah Air sendiri.

D. Penutup

Dalam kondisi kekinian, sebaiknya pemerintah menggunakan momentum Sumpah Pemuda sebagai media untuk menghimpun kesadaran bahwa mendahulukan persatuan dan kepentingan nasional sangatlah penting, terutama untuk konteks Pilpres 2019.

Dus, bagi generasi muda, apapun posisinya, di titik ini sekiranya harus bisa memaknai (kembali) apa yang diamanahkan oleh satu Proklamator Kemerdekaan, Bung Hatta: "Kaum intelegensia Indonesia mempunyai tanggung jawab moril terhadap perkembangan masyarakatnya. Apakah duduk di dalam pimpinan negara dan masyarakat atau tidak, ia tidak akan lepas dari tanggung jawab itu!”

Dalam konteks kekinian, apa yang telah diamanahkan oleh Bung Hatta semestinya bisa dimaknai sebagai rem atau lonceng pengingat agar kita tidak kebablasan melakoni hidup di zaman yang serba mengedepankan kebebasan ini. Generasi penerus wajib mampu meminimalisasi dampak era yang didominasi oleh spirit kapitalisme. Jangan terperangkap dalam budaya (sikap hidup) hedonis/materialistis serta individualistis.

Amanah dari Bung Hatta seharusnya menjadi pedoman Revolusi Mental bagi generasi kekinian. Saatnya menumbuhkan kesadaran dan komitmen untuk menjalankan tanggung jawab moral/sosial supaya pendidikan tak melulu ditujukan untuk sekadar meningkatkan taraf kemakmuran bagi diri sendiri dan kolega.

Pemuda, jangan sekali-kali mengkhianati Sumpah Pemuda. Kepentingan dan persatuan bangsa adalah utama. Jangan rusak negara ini oleh perbedaan-perbedaan dan kepentingan sempit semata. Sebab, tanpa ada pemaknaan terhadap semangat dan nilai-nilai tersebut, bukan tak mungkin kita hanya akan menjadi bagian dari sampah pemuda.

Referensi:
1.( Sumpah) Pemuda Masa Kini, Ridwan Nanda Milyana, Mahasiswa Ilmu Sejarah, Universitas Diponegoro, 2016.

2.  Indonesia Di persimpangan Jalan Tahun 2030: Bangkit atau Bubar, Irfan L. Sarhindi pengasuh Salamul Falah, lulusan University College London, associate researcher Akar Rumput Strategic Consulting, Jakarta, 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Auditor: Mengungkap Modus Operandi Pemeriksaan Dari Ketidaksengajaan

Cerpen Auditor : Mungkinkah Menyelamatkan Perusahaan Dari Analisis Teori Kebangkrutan?

Kisah Dibalik Kesuksesan Bergulirnya Kembali Kompetisi Sepakbola di Tanah Air