Sikap Tauladan Pimpinan Melalui Resonance Leader Bagi Karyawan


Sikap Tauladan Pimpinan Melalui Resonance Leader Bagi Karyawan

Pengantar:
Pernah kita lihat dalam suatu rapat atau workshop, jika salah satu peserta menguap, maka peserta yang disampingnya, walau tidak mengantuk, akan ikut menguap. Bahkan menguap akan menjalar ke seluruh peserta. Atau bagi anda yang memiliki anak kecil, entah saat ingin berfoto, setiap gerakan orang tuanya pasti akan diikutinya. Atau ketika kita sedang berbicara atau ngobrol dengan atasan kita, setiap gerakan beliau tanpa sadar akan kita ikuti pula seperti gerakan menggaruk2kan kepala, menyilangkan tangan di atas dada, dsb. Mengapa hal itu bisa terjadi?.
Gerakan refleks, gerakan tanpa sadar, saat kita berkomunikasi dengan seseorang yang memiliki respek ( orang yang dihormati) disebut dengan gerakan resonansi, karena mereka memiliki kharismatik atau resonant leader. Ternyata gerakan resonansi tersebut sangat dibutuhkan bagi manajer atau pimpinan dalam menjalankan organisasi yang perlu dikelola dengan baik.


Dr. Anne McKee, lecture dari the Singapore Institute of Management's dalam bukunya " Resonant Leader" menjelaskan suatu cara untuk memahami bagaimana orang dapat mengembangkan Emotional Intelligence (EI) dan me-maintain Resonant leader melalui - mind, body, heart and spirit;
"People understand the "what" of leadership : the strategy, implementation, and control. What only a few understand is the " how" of leadership. This involve moving people through guiding emotions & passion. Resonance leader are adept at painting compelling pictures that inspire their subordinates."

Mengapa Emotional Intelligence (EI) kini sangat dibutuhkan selain Intelligence Quotion (IQ) oleh manager, karena pegawai membutuhkan pimpinan yang berfungsi sebagai "emotional shock absorber" yakni mereka ingin di resonansi atas respek yang dimilikinya berdasarkan hubungan kepercayaan yang dibangun. Oleh karena itu, mereka berharap pimpinan memiliki integritas dalam bersikap secara emosional berdasarkan kepercayaan dan kejujuran (trust & truth) dalam berhubungan dan berkomunikasi, dalam hal yang sama, mereka juga harus berjuang untuk bertahan di tengah kondisi ekonomi dan pengaruh globalisasi yang penuh ketidak pastian.

Pemimpin yang memiliki resonant leader dapat mengisnpirasi melalui ekspresi passion, commitment dan perhatian penuh kepada pegawai dan visi organisasi. Melalui keberanian dan harapannya, akan men-stimulan pegawai dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin yang dapat menciptakan resonansi yang baik adalah pemimpin yang memiliki intuisi untuk bekerja keras mengembangkan EI melalui: kompetensi atas self-awareness, self-management, social awareness dan relationship management.

Kesalahan besar terjadi dalam organisasi, para eksekutif dan manajer, akibat kesibukannya tak mampu mengembangkan - mind, body & behaviour - dalam menghadapi tantangan yang tak pernah berakhir di setiap waktu;
" Many organization over value certain kind of destructive behaviour and tolerate discord and mediocre leadership for a very long time, especially if a person appears to produce results. Not much time - or encouragement- is given for cultivating skills and practices that will counter the effect of our stressful roles".

Emosi ternyata memegang peranan penting dalam berpikir dan bertindak, selain itu juga dipengaruhi oleh kultur dan budaya, menurut Mc Kee memiliki peranan sebesar 30% atas kinerja perusahaan. Pemimpin dapat mengarahkan emosinya melalui : hope, compassion, enthusiasm, dan excitement dapat memberikan hasil resonansi terbaik untuk menciptakan kultur organisasi yang baik.
Namun demikian, pimpinan organisasi dalam kesehariannya menjalankan peran tak pernah lepas dari rasa stress, dissonance, threat atau krisis yang akan menimbulkan apa yang dikenal dengan Sacrifice syndrome;
"Our bodies are not equipped to deal with this kind of pressure day after day. Over time, we become exhausted - we burn out or burn up. The constant smal crises, heavy responsibilities, and perpetual need to influence people can be a heavy burden, so much so that leaders find themselves trapped in the sacrifice syndrome and slip into internal disquiet, unrest, and distress. In other word, dissonance becomes the default, even for leaders who can create resonance."

Oleh karena itu, selaku pimpinan perlu memahami faktor2 tersebut dengan menghindari sikap dan perilaku negatif karena akan berdampak pada lingkungan organisasi. Memang kecerdasan berpikir (IQ) sangat dibutuhkan bagi pimpinan dalam menjalankan organisasi, namun kecerdasan emosional juga sangat mempengaruhi performance organisasi terutama dalam bersikap dan bertindak yang akan mempengaruhi bawahan atas resonant leader yang dimilikinya. Kemampuan  pimpinan dalam bersikap dan bertindak akan mengartikulasi untuk merespon setiap kejadian atau peristiwa yang dihadapi merupakan sikap kunci utama dalam meresonansi perilaku karyawan.



Sumber Pustaka :  Resonance and Leadership : Inspiring through Hope and Vision, Article by Dr. Anne McKee



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta NKRI sebagai Jargon semata!

Siapkah Kita Menerima Segala Konsekuensi Demi Remunerasi ?