Artikel Ringan : Haruskah Korbankan Tugas Utama Demi Permintaan Masyarakat ?


Artikel Ringan :
Haruskah Korbankan Tugas Utama Demi Permintaan Masyarakat ?




 pada suatu hari, seorang Polisi yang sedang menjalankan tugas mengatur lalu lintas menghentikan seorang pengendara mobil dan motor karena melakukan pelanggaran lalu lintas. Selain melakukan penilangan dia pun memberikan pemahaman tentang lalu lintas, karena ia merasa bahwa pelanggaran dilakukan lebih banyak kurang pemahaman daripada kesengajaan si pengendara untuk melanggar aturan.
Atas sikapnya yang santun dan profesional, menyebabkan beberapa warga berempati dan membuat surat ke kantor kepolisian setempat agar diberikan kegiatan semacam sosialisasi dan Bimbingan Teknis (Bimtek) dalam berkendara yang baik. Kepala kantor pun menyetujui dengan membuka program kegiatan tersebut dan menginstruksikan kepada polisi tersebut sebagai koordinator pelaksana.
Program berjalan sukses dan tersiar ke seluruh antero daerah tersebut. Selain itu hasil program terlihat nyata, karena pelanggaran lalu lintas mulai berkurang di daerahnya. Bahkan banyak warga yang mengikuti program tersebut untuk membuat SIM baru, karena setelah mengikuti program tersebut, saat dilakukan pengujian tentang pemahaman aturan dan tes berkendara berlangsung sukses.
Namun yang jadi permasalahan, begitu banyak permintaan dari warga yang tidak dapat terpenuhi karena anggaran yang tersedia untuk kegiatan program tersebut. Mendengar keluhan kantor kepolisian tersebut, beberapa warga berkirim surat kepada pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran tersebut dan penyelenggaraan program agar dilakukan di beberapa lokasi tempat warga. Pemda setempat pun menyambut dengan baik karena program tersebut dianggap sangat efektif.
Selang beberapa tahun, kepala kantor kepolisian merasa galau, hatinya berkecamuk atas dilema yang dihadapinya. Disatu sisi, program tersebut berhasil dan diminati oleh masyarakat. Namun disisi lain, tupoksi yang harus dijalankan anak buah menjadi berkurang sebagai pengatur lalu lintas karena sebagian bertugas melakukan pembinaan atas program tersebut.
Sebagai kepala kantor kepolisian, beliau memahami perilaku anak buahnya karena penghasilan sebagai pegawai negeri yang “pas-pasan”. Kalau dahulu, ada beberapa anak buahnya yang “nakal” saat menilang pengendara yang melanggar aturan lalu lintas. Namun saat ini dapat diatasi, karena adanya program Sosialiasi dan Bimtek sehingga anak buahnya yang ditugaskan mendapat “penghasilan tambahan” sebagai pengajar. Program tersebut justru didukung oleh Kepolisian Pusat dan mendapat respon yang baik saat beliau melaporkannya.
Kegamangan yang beliau rasakan adalah kekhawatiran jika anak buahnya “terlena” dengan adanya program tersebut, akan mengabaikan tugas yang sesungguhnya sebagai polisi pengatur lalu lintas. Beliau khawatir atas tugas dan fungsi kepolisian yang sebenarnya akan terbengkalai karena keterbatasan personil yang sebagian menjalankan tugas tambahan tersebut dan bukan karena keterbatasan anggaran yang telah dipenuhi oleh pemda setempat.
Hal tersebut dialaminya, ketika daerah tersebut kedatangan seorang pejabat pusat, karena ada acara kegiatan nasional. Adanya keengganan sikap anak buahnya menerima perintah untuk “berjaga” di beberapa pos-pos tertentu untuk mengatur lalu lintas, dengan alasan bentrok (atau sengaja dibentrokkan) dengan jadwal mengajar dalam program Bimtek tersebut. Haruskah beliau mengambil kebijakan untuk mengurangi program tersebut karena bukan tugas utama?. Di sisi lain, sambutan masyarakat yang begitu positif adanya program tersebut, adanya beberapa penghargaan dari Kepala Daerah maupun pejabat kepolisian pusat, yang meminta agar tetap melanjutkan program tersebut.
Banjarbaru, Akhir Januari 2014
( CB/AL )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta NKRI sebagai Jargon semata!

Siapkah Kita Menerima Segala Konsekuensi Demi Remunerasi ?