Perlunya Mematuhi Larangan Mudik Untuk Antisipasi Lonjakan Virus Covid-19 Varian Baru
A. Pengantar
Suatu hari terjadi
percakapan dua orang teman yang kost di
daerah pelosok jakarta, Si Ahmad sedang bersungut seraya mengeluarkan pakaian
dari koper-nya untuk dikembalikan ke lemari, “Sebel banget dech gue, bukannya
kasih diskon hari larangan mudik… Eh pemerintah malah nambah hari larangan
mudik jadi dua minggu setelah lebaran!”.
Curhatan tersebut di-setujui temannya, “ bener Bang, apa pejabat pemerintah gak
punya saudara di kampung?… padahal sebelumnya pemerintah bilang, kita harus
semarakkan wisata lokal agar perekonomian meningkat”, sambungnya “ khan kita ke
kampung halaman, juga akan mampir ke tempat wisata disana..”.
Mendengar percakapan
yang cukup keras, teman di sebelah kamar kost mendatangi dan berdiri di pintu
kamar yang setengah terbuka dan ikut nimbrung obrolan. “ bener tuh Bro, gue
khan kerja dibagian ticketing Bis AKAP (bis luar kota, AKAP - Antar kota Antar
Provinsi)…., para supir Bis tuh sudah mulai terlihat segar wajahnya karena sedang
menghitung-hitung pendapatan karena musim lebaran adalah rezeki nomplok mereka
setelah beberapa bulan dompetnya kosong.”, sambil menyedot rokok ditangan
mendesah, “ pemerintah tahu gak sih, kita khan bukan pegawai negeri… kalau gak
kerja ya gak dapat duit”.
Itulah obrolan
sebagian rakyat kecil atas imbasan pengumuman pemerintah, walau mereka sadar
sudah mematuhi ketentuan pemerintah selama ini dengan bekerja paruh waktu yang
jelas mengurangi pendapatan mereka. Tetapi mereka masih berusaha untuk
menyisihkan pendapatan dan berharap akan pulang kampung pada saat lebaran
nanti. Lebaran merupakan tradisi turun temurun di negeri kita bagi para kaum
perantauan untuk bertemu orang tua dan bersilaturahim kepada sanak keluarga di
kampung halaman. Terbayang diwajah mereka dengan tatapan hampa, bahwa lebaran
tahun ini akan seperti tahun lalu… harus berlebaran dinegeri orang sendirian.
B. Perpanjangan
Pengetatan Masa Mudik Lebaran
Pemerintah melalui
Satgas Penanganan Covid-19 telah menerbitkan pengumuman untuk memperketat
persyaratan bagi yang akan mudik lebaran ke kampung halaman yang semula tanggal
6-17 Mei 2021, dilakukan addendum Surat edaran (SE) Satgas nasional Covid-19
selain tanggal tersebut, juga menambah larangan H-14 larangan mudik yakni
tanggal 22 April – 5 Mei 2021 dan tambahan H+7 yakni 18 mei- 24 mei 2021.
Adanya Addendum Surat
Edaran bertujuan untuk mengendalikan peningkatan pergerakan penduduk
berdasarkan hasil penelitian dari hasil Survey Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kemenhub RI bahwa masih ada sekelompok masyarakat akan tetap
melakukan mudik pada H-7 dan H+7 masa lebaran.
Selain itu,
berdasarkan ketentuan SE tersebut persyaratan ketat bagi pelaku perjalanan baik
melakukan moda transportasi udara, darat maupun kereta api wajib menunjukkan
surat keterangan hasil negative tes RT-PCR/Rapid test antigen atau hasil tes
negative tes GeNose C19 yang berlaku 1x 24 jam baik menuju daerah tujuan dan
kembalinya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pengendara mobil pribadi yang
akan dilakukan tes acak pada titik pos pemeriksaan.
Pemberlakukan
ketentuan larangan mudik oleh pemerintah juga disampaikan oleh Muhadjir
Effendy, Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Larangan mudik tersebut berlaku untuk seluruh ASN, Polri, BUMN, karyawan
swasta, pekerja mandiri dan tak terkecuali kepada seluruh masyarakat.
Presiden Jokowi
sebelumnya dalam Rapat Kabinet menjelaskan alasan pelarangan mudik lebaran
untuk mengurangi lonjakan kasus Covid-19 yang selalu terjadi pada saat libur
nasional termasuk hari raya besar umat islam ini. Menurut Presiden, jika
pengetatan pergerakan penduduk tidak diberlakukan kemungkina lonjakan kasus
Covid-19 bisa mencapai 140 ribu per hari.
Kebijakan pengetatan
pergerakan penduduk cukup beralasan, berdasarkan hasil evaluasi tahun memang
selalu terjadi lonjakan kasus Covid-19 pada saat terjadi hari libur. Jika kita
mengingat awal kejadian wabah tahun lalu, pada saat lebaran atau Hari raya Idul
Fitri tanggal 22-25 mei 2020 terjadi lonjakan kasus Covid-19 sebesar 68 – 93%,
kemudian saat libur Tahun baru Islam tanggal 20-23 agustus 2020 kemali terjadi
lonjakan kasus wabah sebesar 58% hingga 119%. Disambung jelang akhir tahun,
Libur Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 28 Okotber – 1 November 2020 terjadi
lonjakan sekitar 37-39%. Oleh karena itu, perlunya pemerintah memberlakukan
larangan mudik karena ada sekitar 11% atau sebanyak 17 juta penduduk yang melakukan “migrasi sementara” dari kota
besar ke kota atau daerah lainnya.
C. Lonjakan Wabah Virus Jenis Baru Di
India Patut kita Waspadai
Penulis cukup
berempati kepada masyarakat yang ingin segera terbebas dari kondisi wabah
selama ini atau berusaha mencoba meluapkan sedikit “kebebasan bergerak” agar
terhindar dari stress selama ini atau Cabin Fever (rasa stress berlebihan
akibat lama terkungkung di rumah), karena penulis pernah merantau dan merasakan
kerinduan mendalam untuk segera bertemu kepada keluarga dan orang-orang yang
dicintai di saat lebaran.
Namun demikian, kebijakan
pemerintah atas larangan mudik seharusnya dapat dipahami oleh masyarakat. Kekhawatiran
pemerintah tidak saja akan terjadi lonjakan kasus Covid-19 berdasarkan pengalaman
tahun lalu, namun patut diwaspadai adanya gelombang wabah kedua seperti di india
atas virus varian baru dengan kecepatan penularan berkali lipat dibandingkan
virus yang ada di Indonesia.
Berdasarkan lansiran
berita terkini, Negara India saat ini sangat kewalahan adanya gelombang virus
corona yang merebak. India yang merasa berhasil menekan lonjakan virus sejak september
lalu, maka masyarakat mulai menolak pembatasan sosial secara berkala karena
ingin menerapkan herd-imunity (pembiaran dan menganggap sebagai virus flu biasa
yang dapat disembuhkan segera karena adanya imunitas tubuh mereka).
Akan tetapi, pada
bulan desember 2020 Kementerian Kesehatan India telah mengendus adanya varian
corona jenis baru berasal dari negara inggris yang terdeteksi masuk wilayah
india dengan ditemukan 7 % dari 11.000 sampel virus. Menurut penjelasan
Direktur Pusat Biologi Sel dan Molekuler, Dr. Rakesh Mishra bahwa ditemukan
varian baru di india yang memiliki dua mutasi pada protein runcing yang
digunakan virus untuk mengikat dirinya ke sel. Perubahan genetik virus tersebut
menyebabkan dapat mempermudah untuk menyebar dan lolos terdeteksi dari kontrol
imunitas tubuh.
Hal berikutnya, yang
bisa menjadi penyebab merebak wabah adanya ketidak-disiplinan masyarakat india
karena sebagian besar yang menolak kebijakan pemerintah untuk diberlakukan
pembatasan sosial dan lambatnya penerapan vaksinasi pada masyarakat. Selain
itu, bulan lalu (maret 2020) merupakan hari raya besar bagi umat hindu di
india, dimana salah satu puncak acara adalah mandi air suci di Sungai Gangga.
Bisa dibayangkan jutaan masyarakat hindu dan juga warga negara lain yang bergama
hindu terlibat dalam perayaan terbesar dan tidak menerapkan protokol kesehatan
yakni tidak bermasker dan berjaga jarak, bahkan ada sebagian kepercayaan atau
keyakinan sebagian umat hindu disana bahwa mandi air suci di sungai gangga bisa
menyembuhkan atau sebagai obat untuk menangkal virus covid-19
Benar saja, beberapa
hari yang lalu Kementerian Kesehatan India mengumumkan telah terjadi gelombang
wabah virus corona tak terduga di India (20/4/2021), hampir 250.000-an per hari
terjadi lonjakan kasus Covid dalam seminggu, dan sekitar 1.700-an penduduk yang
meninggal karena wabah setiap hari. Jumlah kasus tersebut merupakan lonjakan
virus di India merupakan terbesar didunia setelah negara amerika. Oleh karena
itu, pemerintah India dengan terpaksa menetapkan kebijakan lokdonisasi di
beberapa wilayah india. Lonjakan wabah ini, menyebabkan banyak rumah sakit di beberapa
wilayah India kekurangan tempat tidur, oksigen dan obat-obatan.
Epilog
Komentar
Posting Komentar