Pentingnya Memelihara Orang Dengan Ide Kreatif Agar Organisasi Berjalan Efektif

 

PENGANTAR

Ketika saat masih di SMA, saya teringat Guru matematika favoritku yang selalu menumbuhkan semangat dan motivasi kepada kami bahwa matematika adalah mudah dan bukanlah pelajaran yang sulit jika kita menyukainya. Beliau selalu bercerita tentang kisah-kisah orang besar atau Penemu, salah satu kisah yang saya sukai adalah ceirta seorang ahli matematikawan saat menjadi anak bandel dikelasnya, bernama Gauss.

Alkisah Gaus adalah anak yang paling bandel dikelasnya, kerjanya selalu mengusili (mengganggu) teman-temannya karena dia selalu menyelesaikan soal-soal yang diberikan gurunya lebih cepat dibandingkan teman-temannya. Karena begitu kesal, suatu waktu sang guru meminta Gauss untuk menghitung penjumlahan angka mulai dari 1 s.d 100 dan berharap kesibukkannya PR yang diberikan tidak mengganggu teman-temannya.

Namun tak berapa lama kemudian Gauss sudah membuat keributan lagi dan sang guru bertanya padanya “ Gauss, apakah kamu sudah menyelesaikan tugasmu?”, dan dijawab dengan lantang “ Sudah pak,… jawabannya adalah 5050 !!”. Sang guru kaget karena belum lama soal diberikan “ Darimana kamu bisa menyelesaikan soal itu begitu cepat”, dan dijawab “ gampang sekali pak!... 1 + 100 = 101, 2 + 99 = 101, 3 + 98 = 101… berarti 101 x 100 dan dibagi 2 adalah 5050 !!!”. Benar saja setelah besar Karl Friedich Gauss (1777 – 1855) menjadi seorang ahli matematika yang terkenal di Jerman, Dia pandai dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan banyak pemikirannya di bidang analisis, geometri, teori relativitas dan energi atom.

Demikian halnya dengan guru matematika favoritku, beliau selalu menyuruh kami untuk menyelesaikan soal matematika dengan cara masing-masing selama jawaban yang diperoleh adalah benar. Guruku selalu berkata bahwa cara penyelesaian yang diberikan bukanlah menjadi pegangan kaku melainkan untuk memahami soal, kami bebas berkreasi untuk mencari jawaban sendiri-sendiri sepanjang hasil yang diperoleh adalah benar. Beliau telah menanamkan cara kebebasan berpikir bahwa sang guru hanyalah memberikan jalan yang tak mesti diikuti secara kaku dan perlu kreativitas dalam menghadapi berbagai persoalan apapun.

Pengalaman lain yang berbeda terhadap guru Kimia  yang kubenci hingga saya tidak menyukai pelajaran itu (alhasil nilai sekolah pelajaran kimia tidak pernah bagus). Teringat saat itu saya mendapat ulangan pelajaran kimia. Ketika saya akan menyerahkan hasil jawaban, Guruku telah menuduh saya menyontek hanya karena jawaban soal ada coretan dan cara jalan penyelesaian yang berbeda. Beliau tak mau mengerti saat kujelaskan dari kertas coretan jawaban yang kuberikan dan menuduh cara yang berbeda karena saya merubah dan telah menyontek pada teman sebelahku (bahkan teman sebangku pun membela dan turut menjelaskan). Rasa benciku menjadi timbul karena tidak pernah ada kata maaf dari Guruku, maka setiap ada pelajaran kimia Saya pun tak pernah mengikuti alias selalu membolos.

·        Terbelengunya Daya Pikir Kreatif Sejak Kecil

John Holt dalam bukunya “ How Children Fail” mengatakan bahwa dari hasil pengamatannya sebagai guru SD di Amerika selama bertahun-tahun menyimpulkan anak-anak berpikir dan menciptakan jalan pikiran sendiri dalam memahami berbagai persoalan. Cara berpikir mereka berbeda dengan pola pikir orang dewasa, hal tersebut itulah yang dikenal dengan ide kreatif.

Kondisi tersebut sangat berbeda dengan sistem pendidikan di negara kita, terkadang sang Guru menganggap bodoh atau salah karena cara pemecahan masalah berbeda dengan yang diajarkan sang Guru. Hal tersebut membuat sang Murid kecewa karena jawabannya dianggap ‘salah’ walau hasilnya benar, hanya karena cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diajarkan. Suatu saat ketika dewasa, sang Anak menjadi tidak ‘Pede’ alias Percaya Diri karena cara berpikirnya yang dianggap nyeleneh dan menentang sang Guru.

Kondisi yang demikian pun terjadi ketika kita terjun dimasyarakat saat bekerja sebagai karyawan entah di perusahaan swasta, apalagi sebagai pegawai negeri. Kita tidak boleh dalam bekerja dalam penyelesaian tugas dengan kreasi sendiri, harus berdasarkan prosedural yang berlaku (sesuai pakem) walaupun menurut kita tidak efektif.

·        Orang Kreatif Selalu Dianggap ‘Trouble Maker’ ?

Indonesia kehilangan orang-orang yang kreatif sejak kecil karena sudah dihambat pola pikirnya. Hal tersebut didukung dalam lingkungan keluarga bahwa kita harus patuh perintah orang tua tanpa boleh bertanya mengapa harus kita patuhi, dengan alasan orang tua lebih berpengalaman (atau lebih tahu segalanya) dibandingkan kita yang masih kecil. Dunia kreativitas berpikir kita sudah terbelenggu dan menjadi tidak berkembang.

Tak jarang orang yang berpikiran kreatif dianggap nyeleneh dan mereka selalu dikucilkan karena berbeda dengan lingkungannya. Keterbelengguan daya kreasi dan daya pikir menjadikan kualitas SDM di Indonesia menjadi rendah. Inilah sebagai akar permasalahan mengapa kualitas SDM kita tidak pernah bisa bersaing dengan negara lain.

Dalam organisasi atau instansi kita harus taat perintah atasan tanpa syarat, kita harus bersikap ‘yes man’ dan melaksanakan perintah sesuai dengan arahannya. Sang Atasan selalu bersikap bahwa dia lebih berpengalaman dan tahu segalanya dibandingkan bawahannya. Orang yang bersikap nyeleneh atau ‘mbalelo’ (hanya karena bekerja yang tidak sesuai prosedur) selalu dikucilkan bahkan dianggap’trouble maker’ karena dianggap selalu menghasut temannya untuk membangkang perintah atasannya.

·        Memelihara dan mengarahkan orang kreatif

Dalam organisasi atau instansi terdapat dua sistem pola kerja yakni Orientasi Proses dan Orientasi Output. Orientasi proses adalah kita bekerja harus berdasarkan proses, berarti dalam pelaksanaan tugas kita harus berpola prosedural atau berdasarkan pedoman yang ditetapkan. Pedoman itulah sebagai maha guru yang harus kita taati tanpa syarat. Orientasi proses lebih menekankan pada kualitas kerja tanpa memandang hasil kerja lambat atau cepat.

Sedangkan orientasi output adalah kita bekerja berdasarkan hasil atau tujuan, dalam pelaksanaan tugas pedoman hanyalah sebagai alat dan kita boleh melewati beberapa prosedur sepanjang tujuan yang diinginkan tercapai. Orientasi atas output lebih menekankan bahwa hasil kerja harus tepat waktu dan efektif (lebih cepat mungkin lebih baik). Orang kreatif umumnya berpola kerja seperti ini, karena selalu berpikir bagaimana cara kerja yang lebih efektif. Mereka dibebaskan dengan cara pikirnya sepanjang hasil kerja sesuai tujuan dan lebih cepat serta efektif.

PENUTUP

Kondisi yang ideal hendaknya jika kita sebagai pemimpin dapat mengkombinasikan keduanya, disatu sisi kita tetap memelihara orang kreatif untuk berkreasi namun tetap diarahkan sesuai dengan prosedur. Atau sebaliknya justru membiarkan orang kreatif untuk mengevaluasi prosedur agar mencapai tujuan lebih efektif dan efisien. Terkadang kita sebagai atasan merasa malu apabila bawahan memberikan ide atau cara kerja yang mungkin lebih efektif dalam pelaksanaaan tugas. Oleh karena itu, kita sebagai pemimpin harus bersikap bijaksana dengan memberdayakan orang-orang kreatif untuk terlibat dalam suatu permasalahan yang terjadi dalam organisasi. Akan terlihat berbeda suatu instansi akan lebih maju dibandingkan lainnya karena adanya orang-orang kreatif. Semuanya itu bergantung dari komitmen pimpinan dan lingkungan kerja yang mendukung.

 

Bekasi, Medio Maret 2021.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Auditor: Mengungkap Modus Operandi Pemeriksaan Dari Ketidaksengajaan

Cerpen Auditor : Mungkinkah Menyelamatkan Perusahaan Dari Analisis Teori Kebangkrutan?

Kisah Dibalik Kesuksesan Bergulirnya Kembali Kompetisi Sepakbola di Tanah Air