Pentingnya Pemerintah Indonesia Memperhatikan Faktor Pergerakan Penduduk dan Wilayah Sebaran serta Momen Kegiatan Besar Untuk Menghambat Serangan Wabah Virus Corona
Pendahuluan
Saya bukanlah dokter kesehatan atau ahli epidemiologi atau
ahli virus (virolog), namun hanya seorang awam merasa gundah melihat kekisruhan
dengan wabah virus COVID-19 yang telah melanda dunia termasuk negeri kita
tercinta dan telah memporak-porandakan segala aspek kehidupan termasuk
sendi-sendi agama yang ada, ijinkanlah saya menulis untuk sekedar berikan
komentar tentang virus tersebut.
Akibat pesatnya kemajuan teknologi dimana informasi begitu
mudah didapat, namun justru membuat kita menjadi gamang dan galau atas berita
atau artikel yang kita terima. Kepanikan kita terjadi sebenarnya tidak sekedar
karena ganasnya virus yang mematikan, namun kekhawatiran diri akibat informasi
terutama menjadi ketidak percayaan atas kebijakan pemerintah dalam mengatasi
wabah virus yang secara tiba-tiba menyerang orang di lingkungan kita, yang kita
kenal bahkan yang kita sayangi.
Berdasarkan info berita, wabah virus COVID-19 setelah
beberapa minggu masuk ke negeri ini, jumlah yang terinfeksi virus sebanyak 579
orang dan 49 orang yang meninggal dunia. Jakarta dinyatakan sebagai episentrum
virus corona karena terdapat 356 orang yang terinfeksi dan 31 orang diantaranya
meninggal dunia (Jawa Pos, 24 maret 2020).
Virus COVID-19 yang awalnya dikenal sebagai viruscorona merupakan
virus yang mulanya berasal dari binatang pengerat terbang atau kelelawar dan
menularkan kepada manusia, dimana sipenderita pada awalnya mengalami gejala
batuk dan pilek, kemudian berlanjut menjadi sesak nafas berlebihan dan berakhir
dengan fatal. Herannya wabah virus yang saat ini terjadi bukan lantaran
banyaknya kelelawar yang berterbangan di wilayah tersebut, berarti ada jenis
virus baru dari corona yang bermutasi karena dapat menularkan antar manusia
(transmisi virus).
Pada awalnya musibah ini terjadi di negeri china, tepatnya di
daerah Hubei, Provinsi Wuhan, China disana terdapat pusat penelitian medis
terbesar yang kebetulan sedang meneliti virus e-bola, SARS atau MERS. Entah
karena kecerobohan atau kesengajaan, tetiba saja wilayah daerah sekitarnya
terkena wabah virus corona dan diduga berasal dari pasar ikan laut yang menjual
kelelawar sebagai penganan masyarakat disana. Bukan saja pemerintah china,
dunia pun menjadi heboh karena ada video salah satu warga china yang mengirim
keluar negara tersebut. Begitu dramatis karena banyak warga wuhan yang terkena
virus tersebut banyak yang jatuh bergelimpangan dan wafat di jalan-jalan.
Namun, negara China saat ini merupakan negara besar dengan
kemampuan ekonomi dan teknologi serta ilmu pengetahuan yang sangat mumpuni,
memiliki respon cepat untuk menangani wabah virus tersebut. Begitu takjub kita
dibuatnya, negara china dapat membangun puluhan Rumah Sakit dan Apartemen bagi
keluarga yang terdampak dalam waktu beberapa hari saja. Pemerintah China pun
segera mengevakuasi seluruh warga dan mengisolasi daerah tersebut dengan ketat
(kemudian baru dikenal dengan istilah lockdown lokal). Adanya wabah virus
tersebut, pemerintah china melakukan pengetatan gerak-gerik warga diseluruh
provinsi untuk membatasi gerak kegiatan masyarakat dan segera berdiam diri di
rumah masing-masing.Bahkan, ketika di bulan januair-pebruari terdapa perayaan
acara keagamaan terbesar yakni tahun baru china (cap go meh atau gong xi fat
chai) yang biasanya diadakan dengan meriah, terpaksa dihentikan dan terlewati
dengan kesenyapan. Keseriusan pemerintah China dalam menangani wabah secara
ketat dan cepat, kini telah membuahkan hasil, pada bulan Maret lalu pemerintah
China telah mengakalmasikan bahwa wabah virus tersebut telah berakhir dan warga
di sana sudah kembali menjalani aktivitas kembali seperti semula.
Namun demikian, entah bagaimana caranya- menurut teori
konspirasi ada kesengajaan pihak tertentu telah mengirim virus - dalam waktu
bersamaan terjadinya wabah di China, tiba-tiba negara eropa yang jauh jaraknya
juga terkena wabah virus tersebut. Negara yang kali pertama terjangkit wabah
virus adalah negara Itali -negara yang padat penduduknya dan kecil luas wilayah
negara - serangan wabah terhadap penduduk Itali begitu cepat dan banyak korban
berjatuhan di sana.
Selanjutnya wabah virus corona merebak ke negara terdekat,
mulai dari negara Spanyol, Jerman hingga ke wilayah Perancis dan Inggris. Dan
herannya pula, wabah virus tersebut menyempal pergi menyerang ke negara Iran.
Kemudian pada gelombang kedua, laksana sekawanan burung bangau yang bermigrasi
antar benua, wabah virus corona melanglang buana ke negeri Asia seperti Jepang,
Malaysia, Kanada, Portugal, Australia, Ceko, Brasil dan Qatar serta akhirnya
mampir pula ke Negara Amerika dan termasuk Indonesia. ( Thomas Pueyao: Corona
virus-Hammer and Dance).
A. Kebijakan Pemimpin-pemimpin Negara Mengatasi Wabah Virus
Kegagapan dan kepanikan telah terjadi di seluruh negara atas
serangan wabah virus tersebut. Ada negara yang meremehkan dengan keberadaan
virus tersebut, ada yang panik dan membuat berbagai kebijakan untuk melakukan
pengawasan ketat atas serangan virus, dsb. Beragam pendapat dan teori pun
bermunculan bagaimana caranya untuk mengatasi wabah virus tersebut, mulai Teori
Pembiaran (Herd immunity), Social Distancing bahkan Lockdown.
Kebijakan Herd immunity merupakan kebijakan negara yang
menganggap virus corona dianggap sebagai virus flu biasa. Mereka menganggap
virus tersebut bisa disembuhkan dengan sendirinya, setelah satu minggu umumnya
dalam tubuh manusia akan muncul daya tahan tubuh (antibody) dan akan menyerang
virus tersebut, selanjutnya mereka yang terjangkit virus akan sembuh
sendirinya. Ada pula negara yang menerapkan kebijakan Social Distancing atau
menjaga jarak, mereka beranggapan bahwa virus flu tersebut akan menularkan
kepada yang lain melalui percikan (droplet) ketika akan batuk atau bersin,
sehingga pemerintah meminta warganya untuk selalu memperhatikan jarak aman
kepada warga yang terkena virus tersebut. Sedangkan teori Lockdown adalah
kebijakan yang dilakukan melihat wabah virus telah menjalar kesemua penduduk
sehingga untuk memotong arus rantai penyebaran dilakukan dengan mengunci total
atau Lockdown, semua penduduk diminta untuk tetap dirumah dan diawasi dengan
ketat oleh petugas.
Teori pembiaran awal mula diterapkan oleh Negra Itali yang kali
pertam terserang virus di negara Eropa, karena mereka merasa memiliki standar
kesehatan yang tinggi dan setiap warga akan mampu mengatasi jika terkena virus
tersebut yang memiliki masa inkubasi antara 7-14 hari. Namun tanpa disadari
wabah virus corona yang menyerang penduduknya semakin meningkat bahkan merebak
hingga ke pelosok negeri, sementara itu pasien di Rumah Sakit dengan kualitas
terbaik pun tak mampu mengatasi karena banyak yang meninggal dunia, hal ini
membuat pemerintah Itali merasa panik.
Keterlambatan dan kesalah-kaprahan negara tersebut dalam
menangani virus, karena ratusan ribu warga Itali terjangkit virus dan ribuan
yang meniggal dunia, akhirnya pemerintah Itali memutuskan kebijakan mengunci
diri atau dikenal dengan Lockdown. Pemerintah Itali menutup akses warga untuk
masuk dan keluar negeri, meminta warganya untuk tetap berdiam diri di rumah
masing-masing dan menerapkan pengawasan ketat untuk tidak ada lagi yang
berkerumunan di tempa-tempat ramai, dsb.
Kebijakan Herd Immunity juga diterapkan oleh negara Iran,
lantaran ketidak mampuan sumber daya dan ekonomi termasuk kualitas dan
ketersediaan Rumah Sakit akibat negara tersebut telah diembargo oleh Amerika
serikat. Pemerintah Iran seolah-olah memasrahkan diri atas terjadinya wabah
virus yang melanda dan berharap warganya mampu mengatasi virus dengan
sendirinya, sehingga banyak penduduk Iran yang terjangkit virus dan ribuan yang
meninggal.
Hal ini berbeda dengan
negara Korea Selatan, walaupun memilki luas wilayah negara kecil, namun negara tersebut memiliki
kemampuan ekonomi dan sumberdaya yang mumpuni serta kecanggihan teknologi yang
tinggi, tidak melakukan kebijakan lockdown. Pemerintah Korea Selatan memilih
untuk menerapkan kebijakan Social Distancing yang menghimbau kepada warganya
untuk saling berjaga jarak dalam bertemu, menghindari keramaian, dan bagi warga
yang terkena virus untuk mengisolasi diri dalam rumahnya serta Rumah Sakit
dengan kualitas Paramedis kesehatan terbaik merawat pasien secara intensif
sehingga tingkat kesembuhan meningkat. Selain itu, karakter dan budaya warga
korea selatan yang disiplin dan selalu menjaga kesehatan merupakan faktor utama
sehingga negara korea selatan dapat menghambat terjadinya wabah virus.
B. Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Wabah Virus
Membaca lansiran berita dari berbagai media kita sudah
mengetahui bahwa merebaknya wabah virus berawal pada tanggal 2 maret 2020,
ketika Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberikan maklumat bahwa adanya
dua kasus warga Indonesia terkena virus corona atau COVID-19 di Depok yang
diduga tertular dari warga negara asing Jepang yang terbang dari Malaysia. Dan
selanjutnya tiba-tiba terungkap wabah virus pun melanda di Ibukota Jakarta dengan pesat. Pada akhir pekan kedua (
tanggal 18 maret 2020) kasus virus melonjak menjadi 117 kasus dan naik mejadi 227 kasus, dan pada
tanggal 19 maret menjadi 309 kasus . Iqbal dkk dalam artikelnya memprediksi
apabila pemerintah tidak melakukan intervensi, akibat penyebaran virus yang
selalu meningkat berdasarkan deret ukur atau eksponensial dimungkinkan
Indonesia akan terpapar virus pada akhir April 2020 menjadi 71.000 korban
virus. (Iqbal dkk: Jika Tidak Ada Intervensi, Kasus Korona Akan Tembus 71.000
di Akhir, kompas.com, 20 maret 2020).
Wabah virus Covid-19 akan semakin merebak dengan cepat
menjalar ke seluruh pelosok negeri apabila pemerintah Indonesia tidak
menerapkan kebijakan dengan tepat. Oleh karena itu, setelah kita mempelajari
kasus di beberapa negara yang juga terjangkit virus dan karakteristik virus
bagaiman bisa menyebar serta faktor lainnya sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk menangani wabah virus tersebut
secara fektif.
Hal yang pertama adalah Fatality Rasio atau Angka Kematian
Fatal, merupakan indikator utama dalam penanganan wabah virus COVID-19 karena
selalu menjadi fokus bagi masyarakat dan dunia. Setiap hari Data Fatality rasio
selalu dimutakhirkan (up date) oleh Badan Dunia Kesehatan atau WHO, untuk Data
Fatality Rasio di Indonesia dimutakhirkan setiap hari oleh Satuan Tugas Covid-19
Nasional melalui Jurubicaranya. Case Fatality Rate (CFR) atau Angka Kematian
Fatal merupakan persentase jumlah pasien/kasus yang meninggal akibat terjangkit
virus dibandingkan dengan jumlah pasien/kasus yang terkonfirmasi terkena virus
secara positif. Selain itu, ada juga Angka Kesembuhan yakni pasien/kasus yang
sembuh dari virus dibandingkan dengan jumlah pasien/kasus yang terkonfirmasi
terkena virus secara positif.
Menurut ilmu Epidemiologi, Case Fatality Rate (CFR) merupakan
indikator dari manajemen Rumah Sakit untuk melihat seberapa jauh kemampuan
dalam penanganan pasien terkait dengan wabah penyakit.CSR dipengaruhi oleh
faktor kapasitas rumah sakit dalam menyediakan ruangan bagi pasien, terutama
ruang khusus atau Inter Care Unit (ICU) dan faktor kualitas dokter dan tenaga
paramedisnya. Semakin rendah Rasio Angka Fatality dan semakin tinggi tingkat
kesembuhan menandakan manajemen Rumah Sakit tersebut telah memenuhi standar
kesehatan Rumah Sakit yang baik.
Hal kedua, faktor Mobilitas atau Pergerakan Penduduk dan Sebaran
Virus. Seperti yang kita ketahui bahwa virus Covid-19 berbeda dengan virus
corona pada awal ditemukan. Akibat mutase genetic, Virus Covid-19 tidak lagi ditularkan
dari binatang kelelawar kepada manusia melainkan dapat menularkan antar manusia
(transmisi virus). Dengan demikian perlu pemerintah memperhatikan pergerakan
penduduk, terutama penduduk yang disinyalir terjangkit virus atau penduduk yang
sehat namun sebagai pembawa virus (carrier) yang berpotensi akan menularkan
kepada penduduk yang sehat lainnya.
Sedangkan faktor sebaran virus adalah memperhatikan jumlah
luas area wilayah yang terjangkit virus dengan jumlah penduduk yang terjangkit
virus dengan mempertimbangkan pergerakan penduduk. Semakin kecil wilayah
tersebut maka semakin besar kemungkinan penduduk yang terjangkit virus. Oleh
karena itu, dalam dunia epidemiologi selain tingkat kematian fatal atau Case
Fatality Rate (CFR), maka perlu memperhatikan Angka Kematian Kasar yang dikenal
dengan Case Mortality Rate (CMR) yakni persentase penduduk yang meninggal
karena terjangkit virus dibandingkan dengan jumlah populasi di wilayah
tersebut.
Sebagai contoh negara Itali atau Spanyol mengapa negara
tersebut mengalami serangan begiru cepat dan meningkat dengan drastis?. Hal ini
disebabkan luas wilayah dan padatnya jumlah penduduk di negara tersebut.
Berarti bisa dibayangkan adanya pergerakan atau mobilitas penduduk tersebut,
terutama yang terjangkit virus dan bersentuhan dan menularkan kepada penduduk
yang sehat. Negara Itali dan Spanyol merupakan negara yang tertinggi
penduduknya terjangkit virus kisaran ratusan ribu dan puluhan ribu penduduknya mengalami
kematian, beruntung negara eropa memiliki standar kesehatan yang tingi karena kualitas
Rumah Sakit dan Paramedis yang dimiliki sehingga tingkat kesembuhan penduduk
yang terjangkit virus cukup tinggi.
Untuk wilayah Indonesia yang perlu dikhawatirkan adalah
provinsi yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti provinsi
yang berada di Pulau Jawa sangat rentan dengan adanya wabah virus Covid-19,
terutama Provinsi DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat di Indonesia. Oleh
karena itu berdasarkan data wabah virus, Provinsi DKI Jakarta merupakan wilayah
episentrum terbesar di Indonesia karena tingkat kepadatan penduduknya. Baik
Provinsi DKI maupun Provinsi yang berada di Pulau memiliki kontribusi terbesar data
wabah virus penduduk yang terkonfirmasi virus maupun yang meninggal terhadap
data nasional Indonesia berkisar hingga 60%.
Hal ketiga, adanya Momen atau Acara Kegiatan Besar yang
terjadi. Adanya suatu hari perayaan atau kegiatan besar maka akan terjadi
kerumunan manusia yang saling bersinggungan, hal ini merupakan factor terbesar
memicu sebaran virus yang semakin meningkat. Seperti yang kita ketahui di
negeri china yang kali pertama mengalami serangan wabah virus corona begitu
pesat, karena pada saat itu di bulan Januari – Februari terjadi perayaan besar
dimana banyak masyarakat yang berkumpul untuk merayakan acara tersebut yakni Acara
Tahun Baru Masehi dan Hari Raya Agama China yakni Tahun Baru China (Gong Chi
Fat Choi).
Demikian halnya di Indonesia, mengingat penduduk Indonesia
sebagain besar beragama islam, maka di bulan April - Mei akan terjadi acara perayaan
besar yakni tibanya bulan Ramadhan dan Hari Raya Umat Muslim Idhul Fitri. Pada
bulan Ramadhan masyarakat muslim akan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh di
siang hari dan dimalam hari adanya ibadah sholat tarawih Bersama atau berjamaah
yang diadakan di mesjid-mesjid maupun mushola diseluruh pelosok negeri. Ketika usai
berpuasa di siang hari, maka pada sore hari akan banyak bermunculan pasar-pasar
makanan yang menyediakan makanan untuk berbuka puasa. Kerumunan penduduk akan
terjadi di sepanjang jalan untuk berbelanja makanan di pasar-pasar dadakan
tersebut. Dengan demikian akan terjadi pergerakan penduduk yang saling
bersentuhan secara besar-besaran pada saat itu.
Selanjutnya pada malam harinya, umat msulim akan menjalankan
ibadah sholat Bersama atau Tarawih, umumnya usia sholat bersama biasanya akan saling bersalaman. Sholat
tarawih diadakan di masjid dan mushola di pelosok negeri. Pada saat itu pula akan
terjadi pertemuan antara penduduk yang jelas bersinggungan antara satu dengan
yang lain. Adanya pergerakan penduduk dengan momen terbesar bisa sebagai pemicu
terjadi ledakan wabah besar-besaran.
Demikian pula sebagai puncak acara sebulan penuh kegiatan Ramadhan,
maka akan diakhiri dengan hari raya kemenangan umat muslim yakni Idhul Fitri
atau Lebaran. Semua umat muslim bersama seluruh keluarga akan berkumpul di
lapangan di setiap tempat untuk mengadakan Sholat Idhul Fitri Bersama. Usai
sholat Idhul Fitri tersebut mereka akan bersalaman untuk saling bermaaf-maafan,
dengan demikian akan terjadi pergerakan penduduk untuk saling bersentuhan
kepada lainnya pada saat itu.
Dan satu hal lagi yang patut diperhatikan, menjelang
terjadinya Hari Raya Idhul Fitri sesuai tradisi bagi masyarakat di Indonesia, akan
terjadi eksodus besar-besar penduduk kota menuju daerah-daerah untuk berkumpul
dengan keluarga dan sanak saudara, tradisi ini dikenal dengan Pulang Kampung
atau Mudik. Seperti kita ketahui, wilayah kota merupakan daerah episentrum
penduduk yang terjangkit atau pembawa virus dan bisa dibayangkan banyaknya
penduduk kota yang akan menuju daerah kampungnya, hal ini menjadi potensi besar
terjadi penularan virus semakin cepat.
Penutup
Menurut Wikipedia, Virus corona yang pertama kali ditemukan
pada 1930-an ketika terjadi infeksi saluran pernapasan akut pada ayam
peliharaan terbukti disebabkan oleh virus bronkitis infeksius (IBV). Kemudian
Virus korona yang menular kepada manusia pertama kali ditemukan pada 1960-an, yang
pada awalnya peneliti menyimpulkan sebagai virus korona yang menular manusia
dengan gejala flu biasa dan dikenal dengan human coronavirus 229E dan human coronavirus OC43. Koronavirus
manusia lainnya telah diidentifikasi adalah viruskorona yang dikenal dengan SARS-CoV pada tahun 2003, kemudian
HCoV NL63 pada tahun 2004, HKU1 pada tahun 2005, MERS-CoV pada
tahun 2012 dan terakhir adalah SARS-CoV-2 pada tahun 2019 atau lebih dikenal dengan
COVID-19.
Melihat awal kejadian wabah terjadinya viruscorona di Provinsi
Wuhan, China yang notabene di daerah tersebut terdapat pusat penelitian virus
sehingga terdapat spekulasi terjadinya wabah dimungkinkan adanya kebocoran
virus hasil penelitian yang merebak keluar dari pusat penelitian. Dan di waktu
yang sama wabah virus pun terjadi dinegara-negara eropa, bisa jadi merebak
dengan pesat lantaran virus tersebut merupakan jenis virus flu yang lebih suka
berada didaerah dingin, karena pada saat yang sama antara negara China dan Eropa
sedang mengalami musim dingin. Ditambah lagi karakter virus corona yang pada
awal ditularkan dari binatang, namun virus corona terbaru yang dikenal dengan
SARS CoV-2 tahun 2019 atau COVID-19 justru kini dapat menularkan antar manusia
(tranmisi manusia), maka pergerakan atau mobilitas manusia merupakan factor utama
sebagai pemicu wabah virus bisa berkembang dengan cepat.
Rebakan wabah virus corona atau COVID-19 yang menjalar pada
suatu wilayah yang begitu cepat inilah membuat kegagapan pemimpin negara dalam
suatu wilayah dalam menangani wabah virus tersebut. Karena ketidaktahuan atau
tingkat pemahaman pemimpin negara terhadap wabah virus tersebut, maka banyak
ragam jenis kebijakan yang diterapkan untuk memerangi wabah virus tersebut. Mulai
dari kebijakan pembiaran (Herd Immunity) karena menganggap penduduknya
memiliki standar kesehatan yang tinggi sehingga akan memiliki antibody (daya
tahan tubuh) yang akan menolak virus tersebut, ada yang menerapkan kebijkan Social
Distancing yakni dengan menghimbau warganya untuk berjaga jarak kepada yang
lain dan saling menjaga kesehatan diri, bahkan ada juga yang menerapkan kebijakan
ketat dengan mengucilkan diri dan wilayah yang dikenal dengan Lockdown agar
dapat memutus rantai penyebaran wabah.
Dengan memperhatikan sifat dan karakteristik virus corona
terbaru atau COVID-19 yang menyerang pada suatu wilayah hendaknya Pemerintah
Indonesia yang kini juga mengalami wabah virus perlu secara bijak dan respon
cepat untuk segera mengatasi wabah dalam rangka memutus mata rantai penyebaran
dan penanganan secara medis bagi penduduk/pasien yang terjangkit virus
tersebut. Terutama dengan memperhatikan factor pendukung sebagai pemicu wabah
virus tersebut, maka pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan tiga hal utama
yakni faktor kualitas paramedis dan kapasitas Rumah Sakit berkaitan untuk
menekan tingginya persentase Angka Kematian Fatal atau Case fatality Rate (CFR)
sebagai indikatornya.
Kemudian factor luas wilayah dan jumlah penduduk dengan
tingkat kepadatan penduduk pada suatu area wabah untuk menekan pergerakan antar
manusia dalm rangka memutus mata rantai wabah virus karena sifatnya yang dapat
menularkan antar manusia (tranmisi penyakit) untuk menekan Angka Kematian Kasar
atau Crude Mortality Rate (CMR) sebagai indikatornya. Dan terakhir perlunya Pemerintah
Indonesia memperhatikan momen atau acara besar yang dapat memicu sebaran wabah
virus semakin luas seperti acara keagamaan besar bulan Ramadhan dengan berbagai
kegiatan dan Hari Raya Idul Fitri yang selalu dirayakan bagi umat muslim.
Referensi :
1. IQBAL ELYAZAR, SUDIRMAN NASIR, SUHARYO
SUMOWIDAGDO: Jika Tak Ada Intervensi, Kasus Corona di Indonesia Bisa Tembus
71.000 Akhir April Kompas.com - 20/03/2020, 12:02 WIB.
2.
Tomas Pueyao:
Corona virus: Hammer and Dance, Tomas Pueyao.blogspot.com, 19 maret 2020.
3.
Iwan
Dwiprahasto, Clinical Epidemiologi dan Biostatistic Unit, Bagian Farmakologi FK
UGM dalam artikelnya yang berjudul “Dasar-dasar Epidemiologi dan Pengukuran
Kejadian Penyakit”.
Komentar
Posting Komentar