Intervensi Sosial Pemerintah Dalam Mengatasi Gejolak Sosial Masyarakat Terkait Wabah Virus Corona (Bagian II)



(Bagian II)
D. Pentingnya Intervensi Sosial Untuk Mengatasi Gejolak Sosial
Wabah virus corona kini menjadi realitas sosial yang harus dihadapi masyarakat dunia, khususnya Indonesia. Dampak wabah virus corona ini menciptakan kematian (death), penyakit (disease), kekurangnyamanan (discomfort), kekurang-puasan (dissatisfication), dan kemelaratan (destitusion). Oleh karena itulah untuk menanggulangi wabah virus corona tidak hanya dilakukan dengan intervensi dibidang kesehatan saja, tetapi harus dilakukan secara terpadu (lintas sektoral) terutama dalam bentuk intervensi sosial.
Intervensi sosial dilakukan sebagai upaya mengantisipasi kondisi masyarakat yang disorganisasi dan disfungsi sosial. Dengan adanya intervensi sosial, diharapkan dapat memperbaiki fungsi sosial atau mencegah individu atau kelompok masyarakat tertentu mengalami disfungsi akibat fenomena wabah virus corona.
Intervensi sosial yang dapat dilakukan oleh negara, antara lain: memberikan pelayanan sosial, pelayanan fisik, pelayanan psikososial, pelayanan ketrampilan dalam mencegah agar tidak terjangkit virus corona atau ketrampilan hidup sehat, pelayanan spiritual, pelayanan pendampingan, pelayanan advokasi, dan pelayanan edukasi atas informasi seputar virus corona. Intervensi sosial ini juga harus dilakukan oleh tenaga yang ahli dibidangnya, intervensi sosial ini juga dapat dilakukan dengan level sasaran berupa individu, keluarga, kelompok sosial tertentu, atau komunitas.
Selain intervensi sosial, sekiranya pemerintah juga dapat membuat sistem manajemen informasi berbasis digital. Sistem manajemen informasi digital ini dapat menjadi sumber utama masyarakat mengetahui berita seputar virus corona. Sehingga masyarakat tidak menjadi korban hoax pada berbagai oknum media online tertentu. Sistem manajemen informasi digital ini juga menjadi akses masyarakat untuk berpartisipasi memberikan informasi dilingkungan tempat tinggalnya terkait kasus masyarakat yang diduga terjangkit virus corona. Sehingga tenaga kesehatan dapat segera datang untuk menanganinya.
E. Pembentukan Modal Sosial Sebagai Alat Intervensi Sosial
Menurut Muhammad Badri, Dosen dan Peneliti UIN Syarif Kasim Riau dalam Kolom detiknews mengatakan perlunya menggerakkan Modal Sosial dalam mengatasi bencana wabah virus corona, modal sosial diharapkan dapat menjadi senjata senjata sosial untuk mengatasi bencana corona. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, Indonesia pernah mengalami wabah virus flu burung dan pada saat itu pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa epidemi dan wabah penyakit merupakan contoh bencana non alam.
Pada dekade lalu ketika Indonesia menghadapi wabah virus flu burung, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pengukuran modal sosial untuk mengetahui stok modal sosial di Indonesia (BPS, 2010). Modal sosial dapat dianggap sebagai intervensi soisial utnuk mengatasi gejolak sosial yang terjadi di masyarakat. Instrumen pengukuran yang mengacu instrumen Bank Dunia tersebut  dianggap masih relevan untuk menggerakkan energi sosial mengatasi wabah virus.
Modal sosial terdiri dari lima subdimensi yakni Penguatan kelompok dan jejaring sosial, Gotong royong dan kerjasama, Informasi dan komunikasi, Keeratan sosial dan kebersamaan, serta Pemberdayaan dan Aksi Politik. Subdimensi sosial tersebut dapat diterapkan sesuai dengan level atau tingkatan dalam kenegaraan mulai dari level mikro, level meso dan level makro. Berikut ini implementasi beberapa subdimensi modal sosial dalam konteks membangun gerakan kolektif mengatasi bencana corona.
1.    Penguatan Kelompok Dan Jejaring Sosial
Masyarakat Indonesia terbiasa hidup komunal baik formal maupun informal. Kelompok merupakan salah satu modal sosial penting di Indonesia. Kekuatan kelompok dapat mendorong kebersamaan untuk pemecahan masalah, termasuk bencana corona. Partisipasi kelompok diperlukan untuk membangun kekuatan kolektif melawan wabah tersebut. Dalam hal ini, perlu peran opinion leader untuk membangun kesadaran dan perubahan perilaku untuk mendukung penanggulangan bencana corona.
Selain itu, kelompok sosial berperan memperkuat imunitas mental masyarakat agar tidak mengalami wabah anxiety akibat corona.
Dalam kelompok atau jejaring sosial dibutuhkan sikap saling percaya baik antar masyarakat maupun dengan pemerintah selaku pengambil kebijakan. Masyarakat harus percaya dengan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan wabah virus corona seperti: masyarakat diminta untuk tetap di rumah, bekerja di rumah, meniadakan kegiatan ramai, tidak berkerumun, dan sebagainya untuk mencegah penyebaran virus secara masif.

2. Gotong Royong dan Kerjasama
Gotong-royong adalah modal sosial yang sudah mengakar, warisan leluhur bangsa Indonesia. Partisipasi individu dan kelompok ini diperlukan untuk mengatasi bencana. Lupakan perseteruan politik demi menanggulangi bencana dan menjamin keselamatan kolektif. Daripada berkomentar dan saling menghujat, warganet dan elite-elite politik sebaiknya turun tangan menggerakkan kelompoknya untuk bersama-sama terlibat dalam penanggulangan bencana. Kerja sama juga diperlukan dilakukan dari pihak swasta atau pelaku usaha untuk tidak memanfaatkan situasi dengan menaikkan harga tidak wajar dan menimbun barang. BUMN dan dunia usaha disarankan membantu masyarakat dengan menggunakan dana CSR untuk penanggulangan bencana corona.
3. Informasi dan Komunikasi
Subdimensi ini memainkan peranan penting untuk mengatasi infodemik yang mewabah di berbagai media sosial. WHO menjelaskan, infodemik adalah gelombang informasi berlebihan tentang suatu masalah, yang kemudian menyulitkan identifikasi solusinya. Dalam kasus ini, virus virtual tersebut sering menjadi pemicu kegaduhan di media sosial. Infodemik ini justru bisa lebih berbahaya dibanding pandemik corona itu sendiri.
Masifnya penyebaran hoaks terkait corona akan memicu kepanikan publik, bahkan mengganggu sistem sosial ekonomi secara nasional. Hoaks juga bisa terjadi di dunia nyata di tingkat warga, memicu panic buying di pasar tradisional. Menghadapi masalah ini, aparat pemerintah di daerah sampai level desa/ kelurahan diharapkan bisa menjadi komunikator bagi masyarakat. Dalam kondisi krisis, warga butuh komunikator yang sumbernya dapat dipercaya. Oleh karena itu, pemerintah telah membuat Situs covid19.go.id sebagai salah satu usaha untuk menangkal infodemik.
4. Keeratan Sosial dan Kebersamaan
Subdimensi ini berkaitan dengan keeratan sosial, upaya meredam konflik sebagai akibat dari berbagai macam perbedaan antar anggota masyarakat, serta ada tidaknya diskriminasi terhadap akses layanan publik. Keeratan sosial diperlukan agar bencana corona tidak memicu konflik, baik konflik SARA, konflik identitas, maupun konflik ekonomi. Tidak dipungkiri, bencana corona juga berdampak terhadap perekonomian masyarakat, terutama sektor informal dan UMKM.
Permasalahan ekonomi biasanya memiliki efek domino terhadap permasalahan sosial. Keeratan sosial diperlukan untuk meredam efek domino tersebut. Dalam konteks ini, keeratan sosial akan berkaitan dengan keeratan ekonomi. Keeratan ekonomi akan menjaga masyarakat dari potensi konflik ekonomi.
Ketika pemerintah memutuskan kebijakan kerja di rumah, larangan berkumpul, larangan membuka usaha, mestinya dibarengi dengan insentif bagi dunia usaha dan pekerja informal terdampak.
Keeratan sosial ekonomi juga bermakna pihak yang tidak terdampak secara ekonomi membantu tetangganya yang terdampak. Pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh publik, dan lainnya mestinya dapat mendorong keeratan sosial ekonomi di lingkungannya. Misalnya, dana kas/infak rumah-rumah ibadah mestinya dapat dialokasikan untuk kebutuhan makanan masyarakat terdampak langsung, sampai pandemik ini berakhir.
5. Pemberdayaan dan Aksi Politik
Pemberdayaan diperlukan untuk mengelola kemampuan masyarakat dalam mengatasi bencana corona. Pada dasarnya, masyarakat Indonesia sudah berdaya dan teruji mengatasi persoalan bencana alam di negeri ini. Pemberdayaan masyarakat diperlukan, karena mereka juga subjek, bukan sekadar objek kebijakan. Menghadapi bencana corona, pemerintah tidak mungkin bisa melakukannya sendiri, tanpa partisipasi masyarakat. Dalam kondisi bencana, inisiatif masyarakat diperlukan untuk mengatasi persoalan di lingkungannya. Misalnya, di tengah kelangkaan masker dan hand sanitizer, banyak individu dan komunitas membuat barang langka tersebut dan membagikannya secara gratis kepada yang membutuhkan. Lebih dari itu, ada juga yang membagi-bagikan sembako bagi masyarakat paling terdampak secara ekonomi.
Adanya Inisiatif masyarakat tersebut akan bergulir, sehingga dapat menjadi aksi politik masyarakat. Aksi politik masyarakat juga bisa menjadi gambaran bagi elite politik selaku wakil rakyat untuk mendorong pemerintah selaku penyelenggara negara untuk lebih sensitif dalam melayani kepentingan publik. Adanya aksi politik diharapkan pemerintah bisa lebih aktif dalam memaksimalkan sumber daya dalam memberantas wabah virus secara optimal.
F. Penerapan Modal Sosial
Berbagai subdimensi modal sosial tersebut perlu diterapkan di berbagai tingkatan, mulai level mikro, level meso, hingga level makro. Penerapan modal sosial level mikro di tingkat individu, rumah tangga, atau lingkungan setempat. Dijelaskan BPS (2010), modal sosial berwujud kelompok dan jejaring yang didasari oleh sikap saling percaya dan toleransi, dapat mengatasi berbagai permasalahan sosial di lingkungan setempat.
Pada level mikro diharapkan kelompok masyarakat dapat mendorong untuk mentaati kebijakan pemerintah untuk tetap di rumah, bekerja di rumah, tidak kumpul-kumpul, dan tidak membuat keramaian. Motivasi individu disertai dukungan keluarga dan lingkungan setempat berperan penting untuk mendukung kebijakan tersebut. Tokoh masyarakat di tingkat RT/ RW mestinya lebih proaktif mengingatkan warga agar mematuhi imbauan pemerintah. Tokoh agama perlu lebih rasional dalam beribadah di tengah wabah. Misalnya mengajak jamaahnya untuk mematuhi anjuran beribadah di rumah.
Pada level meso bertumpu pada pemerintah daerah agar dapat mengoptimalkan penanggulangan bencana corona dengan pembentukan Satuan Gugus Tugas di daerah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Pemerintah daerah juga mestinya dapat mengidentifikasi dan menggerakkan modal sosial di daerahnya. Kebutuhan rumah sakit serta tenaga dan perlengkapan medis di daerah mestinya dapat ditanggulangi oleh pemerintah daerah. Kebijakan karantina wilayah terbatas mestinya juga berada di daerah.
Pada level makro, pemerintah pusat seharusnya mengalokasikan sumber daya seluas-luasnya untuk penanggulangan bencana corona, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha dan masyarakat sipil. Selain itu, kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional dan antar negara perlu ditingkatkan untuk penanggulangan pandemik global ini. Bahkan saat ini pemerintah mulai menggeser alokasi anggaran pembangunan non prioritas dialokasikan untuk penanggulangan bencana corona. Selain itu, Pemerintah diharapkan untuk lebih terbuka dalam memberikan data dan informasi kasus corona. Monopoli informasi atau a-simetri informasi hanya akan memperlambat penanganannya. Tanpa transparansi modal sosial masyarakat sulit digerakkan. Kepercayaan publik terhadap pemerintah adalah kunci.

Penutup
Dalam era globalisasi dan teknologi menyebabkan informasi tersebar yang tanpa batas. Adagium bahwa boleh berbohong demi kebaikan, dengan merekayasa atau menyembunyikan data informasi demi menjaga ketenangan masyarakat atau kestabilan negara patut dihempaskan. Transparansi atau keterbukaan informasi (secara jujur) dengan penjelasan dan komunikasi yang efektif justru akan menciptakan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menentukan sikap dan bertindak secara tepat terhadap suatu kejadian. Apalagi di saat negeri kita sedang mengalami serangan wabah virus corona yang sangat meresahkan dan tak terkendali, yang menyebabkan berbagai kebijakan pemerintah tidak efektif dan harus membuang energi yang besar karena tidak terfokus untuk mengatasi serangan wabah virus corona.
Oleh karena itu perlu keseriusan (intervensi) pemerintah untuk segera mengambil kepercayaan masyarakat yang hilang. Dalam hal perlu keberanian pemerintah untuk bersikap jujur agar timbul kepercayaan masyarakat, adanya kepercayaan akan menimbulkan sinergi kerjasama yang efektif antara masyarakat dan pemerintah dalam rangka memotong mata rantai wabah virus dengan tepat agar tidak lagi menimbulkan korban yang lebih banyak.
Ditambah lagi rendahnya kemampuan literasi masyarakat dalam menerima informasi atau berita yang berseliweran di dunia maya melalui berbagai media sosial yang ada, terutama informasi wabah virus yang melanda dunia yang menimbulkan kegamangan yang berdampak rasa cemas dan ketakutan yang berlebihan dalam menghadapi wabah virus bahkan menimbulkan gejolak sosial yang baru. Ketakutan dan kecemasan sebagai reaksi adanya wabah virus dapat merusak tatanan sosial yang ada yakni disorganisasi dan disfungi sosial masyarakat.
Disorganisasi sosial yang menimbulkan ketakutan atau prasangka berlebihan antar warga akan berdampak buruk, disorganisasi sosial menimbulkan diskriminasi sosial dalam bentuk pelecehan atau pengucilan terhadap warga yang terdampak atau terjangkit virus sehingga melunturkan budaya sosial yang telah terbangun karena hilangnya rasa empati untuk saling tolong menolong atau bergotong royong mengatasi masalah. Demikian halnya, Disfungsi sosial menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Kecurigaan hingga pengucilan kepada dokter dan paramedic sebagai pejuang kesehatan dalam mengobati pasien atau petugas kesehatan yang memakamkan orang yang meninggal karena virus, dsb menyebabkan mereka tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, alhasil penanganan pasien menjadi tidak maksimal.
Untuk mengatasi gejala sosial di masyarakat perlu intervensi sosial yang dilakukan pemerintah secara serius. Intervensi sosial dapat dilakukan dengan berbagai upaya pelayanan kepada masyarakat baik secara fisik dan psikososial berupa pendampingan, advokasi dan edukasi kepada masyarakat untuk memberikan informasi yang tepat bagaimana mengenal dan mencegah wabah virus. Selain itu perlunya pemerintah melakukan sosialisasi pemahaman tentang virus dan pencegahan melalui berbagai media sosial terutama membangun sistem manajemen informasi agar masyarakat dapat mengakses infromasi dan segera melaporkan jika terkena virus sehingga dapat ditangani secara dini.
Intervensi sosial juga dapat dilakukan melalui pembentukan modal sosial. Modal sosial terdiri dari lima subdimensi yakni Penguatan kelompok dan jejaring sosial, Gotong royong dan kerjasama, Informasi dan komunikasi, Keeratan sosial dan kebersamaan, serta Pemberdayaan dan Aksi Politik. Modal sosial merupakan usaha untuk mengefektifkan kembali sarana dan prasarana sosial yang terlah terbangun di masyarakat seperti mengaktifkan kelompok dan jejaring sosial yang terdapat di kota dan desa, membangun rasa empati atau soisal untuk bergotong roroyng dan bekerja sama melakukan penanggulangan bencana atas wabah virus, membangun komunikasi dengan menggerakkan kelompok sosial terutama dalam memperoleh informasi yang tepat untuk menangkal informasi negatif atau hoax dikalangan masyarakat, dan lain sebagainya.
Penerapan modal sosial dapat diterapkan melaui berbagai level tingkat di negeri ini, mulai dari level mikro, meso hingga makro. Level mikro melalui kelompok masyarakat dan jejaring sosial untuk melakukan sosialisasi pemahaman tentang virus corona dan pencegahan termasuk mentaati kebijakan dan aturan pemerintah untuk melakukan sosial dan fisik distansi , dalam hal ini pentingnya peranan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Level meso berada di pemerintah daerah, dalam hal ini aparat daerah yang terbentuk sebagai Satuan Gugus Tugas dari provinsi hingga tingkat kecamatan agar dapat mengidentifikasi atau memantau masyarakat yang terkena wabah, melokalisir daerah yang terjangkit wabah, hingga memberikan pertolongan kepada masyarakat yang terkena virus ke rumah sakit agar dapat diobati secara dini. Pada level Makro berada di pemerintah pusat berserta instansi terkait lainnya untuk melakukan sinergi dan mengalokasi sumber daya untuk melakukan pemokusan sumber daya baik sarana dan prasarana termasuk anggaran dalam rangka  menangani wabah virus.
Referensi:
1.     1.  Kolom tempo : Wabah Virus Corona dan Masalah Sosiologis, www.tempo.co.id, 11 April 2020.
2.      2. ( Tribunnews.com: Ketua RT Ungkap Alasan Menolak Jenazah Perawat Yang Positif Corona, 10 April 2020)
3.      3. ( Tribunnews.com: Dianggap Tularkan virus corona, Perawat Ini Diusir Dari Kos Dan Terpaksa Ngungsi, 25 Maret 2020)
4.      4. ( www.abc.net.au: Siswa Malaysia diusir karena pemilik takut virus corona, 13 Pebruari 2020).
5.       5. Muhammad Badri: Menggerakkan Modal Sosial Atasi Bencana Corona, kolom detiknews, https://news.detik.com/kolom/d-4962462/menggerakkan-modal-sosial-atasi-bencana-corona

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Auditor: Mengungkap Modus Operandi Pemeriksaan Dari Ketidaksengajaan

Cerpen Auditor : Mungkinkah Menyelamatkan Perusahaan Dari Analisis Teori Kebangkrutan?

Kisah Dibalik Kesuksesan Bergulirnya Kembali Kompetisi Sepakbola di Tanah Air