Pentingnya Analisis Sebaran Wabah Virus Dalam Mendeteksi Pergerakan Virus COVID-19



Pengantar

Saat ini dunia sedang diserang oleh suatu mahluk yang tidak kasat mata, rasanya kita berada di alam mimpi atau seperti sedang menonton film multi dimensi - karena bukan seolah-olah nyata tetapi memang nyata-, bumi ini diserang virus wabah yang dikenal coronavirus yang sudah bermutasi DNA menjadi New Coronavirus Tahun 2019 atau COVID-19. Virus Corona yang awal mulanya ditularkan kepada hewan atau manusia berasal dari binatang pengerat atau kelelawar, kini yang terjadi virus tersebut bermutasi DNA atau dapat menularkan antar manusia.

Awal musibah munculnya virus tersebut terjadi di negeri China, negara besar nan digdaya yang justru sedang melakukan penelitian virus-virus wabah yang pernah terjadi, Pusat penelitian virus tersebut berada di kota Hubei, Provinsi Wuhan, disana terdapat suatu Lembaga penelitian terbesar di China yang sedang melakukan penelitian virus E-Bola karena baru saja terjadi serangan wabah tersebut yang melanda daerah Afrika Selatan, termasuk melakukan penelitian virus lainnya seperti SARS atau MERS yang dulu dikenal dengan flu burung yang juga sempat menghebohkan dunia karena menyerang binatang ternak unggas.

Laksana sebuah film fiksi, entah berita ini benar dan sebagian pemerhati atau media menganggap sebagai teori konspirasi, bahwa diam-diam pemerintah china sedang membuat suatu virus membahayakan sebagai senjata biologi (bio-weapon) sebagai senjata efektif dan efisien karena senjata konvensional membutuhkan biaya besar untuk memobilisasi seperti senjata nuklir yang kini menjadi andalan bagi negara besar yang butuh alat pertahanan apabila ada serangan. Sekali lagi entah berita itu benar, virus yang dianggap senjata biologi tersebut tiba-tiba bocor keluar wilayah atau daerah pusat penelitian di Wuhan. Akhirnya virus corona tersebut menjadi wabah penularan di daerah sekitar yang sempat membuat panik negara china untuk mengatasi serangan wabah virus tersebut.

Akan tetapi berita sebenarnya bahwa virus korona tersebut bermutasi sesuai dengan perkembangan jaman seiring perubahan sistem ekologi dan lingkungan hidup. Menurut Wikipedia bahwa virus corona memang pernah terjadi penularan kepada manusia namun tidak sehebat virus corona mutasi terbaru saat ini. Virus corona pertama kali ditemukan pada 1930-an ketika infeksi saluran pernapasan akut pada ayam peliharaan terbukti disebabkan oleh virus bronkitis infeksius (IBV). Kemudian pada 1940-an, ditemukan dua jenis coronavirus hewan yakni virus hepatitis tikus (MHV) dan virus gastroenteritis menular (TGEV), pengendaliannya wabah virus tersebut dengan mengisolasi sumber wabah. Sedangkan Virus korona menular kepada manusia pertama kali ditemukan pada 1960-an, yang pada awalnya peneliti menyimpulkan sebagai virus korona yang menular manusia dengan gejala flu biasa dan dikenal dengan human corona virus 229E dan human coronavirus  OC43. Coronavirus manusia lainnya telah diidentifikasi adalah viruskorona yang dikenal dengan SARS-CoV pada tahun 2003, kemudian HCoV NL63 pada tahun 2004, HKU1 pada tahun 2005, MERS-CoV pada tahun 2012 dan terakhir adalah SARS-CoV-2 pada tahun 2019 atau lebih dikenal dengan COVID-19.

A.   Pengukuran atau Indikator Wabah Virus Menurut Epidemiologi

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada fenomena nyata yang ada di masyakarat sebagai populasi, misalnya terjadi outbreak diare atau ditemukan banyaknya penderita demam berdarah. Fenomena ini bisa saja berasal dari satu atau lebih individu atau sekelompok orang. Kejadian tersebut haruslah dicari jalan keluarnya karena tidak mustahil juga akan menimpa populasi yang lain secara berurutan. Dalam upaya mengukur kejadian penyakit tersebut sering kali kita dihadapkan adanya keterkaitan antara satu variable dengan variable lainnya untuk terjadinya penyakit, maka salah satu upaya untuk memutus rantai masalah diperlukan adanya suatu keilmuan yang disebut epidemiologi.

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian pada populasi tertentu untuk mengendalikan masalahnya. Berbeda dengan kedokteran klinis yang secara spesifik pada masalah diagnosis, terapi, proses penyembuhan dan perawatan individu, Epidemiologi lebih berorientasi pada populasi yang meliputi proses penelitian, pencegahan, evaluasi dan perenacanaan.
Menurut Iwan Dwiprahasto, Clinical Epidemiologi dan Biostatistic Unit, Bagian Farmakologi FK UGM dalam artikelnya yang berjudul “Dasar-dasar Epidemiologi dan Pengukuran Kejadian Penyakit”, bahwa ada tiga hal pengukuran suatu kejadian dalam dunia epidemiologi pada umumnya yakni Natalitas, Morbiditas dan Mortalitas. Natalitas merupakan angka kelahiran mengukur frekuensi bayi yang lahir dalam populasi tertentu dan dihitung berdasarkan interval waktu dan tempat tertentu, menurut kelompok umur ibu tertentu, menurut jenis kelamin bayi, menurut status soisal ekonomi dan lain-lain.

Sedangkan Morbiditas umumnya digunakan adalah prevalensi, insidensi, attack rate, risiko relative, dan attributable risk. Prevalensi adalah mengukur kasus yang terjadi pada waktu tertentu (point prevalence) dan mengukur kasus pada periode tertentu (period prevalence). Attack Rate (AR) adalah jumlah kasus baru penyakit tertentu yang dilaporkan pada periode terjadinya epidemi dari populasi. Untuk Resiko Realtif adalah derajat risiko populasi yang terkena penyakit karena terpapar faktor risiko terhadap populasi yang terkena penyakit tetapi tidak terpapar. Sedangkan Attributable Risk adalah selisih antara populasi yang terkena penyakit karena terpapar dengan populasi yang terkena penyakit tetapi tidak terpapar faktor risiko.

Untuk Mortalitas yang digunakan adalah Crude Mortality Rate (CMR), Infant Mortality Rate (IMR), dan Case Fatality Rate (CFR). CMR adalah jumlah populasi yang meninggal terhadap total jumlah populasi (per 1.000 jiwa). Sedangkan IMR adalah total jumlah kematian dalam satu tahun anak yang berumur kurang dari satu tahun terhadap jumlah bayi yang lahir hidup pada tahun yang sama (dikali per 1000 anak). Dan CFR adalah jumlah angka kematian yang disebakan oleh penyakit tertentu pada periode tertentu terhadap jumlah kasus dari penyakit tersebut. Misalnya, jumlah penderita penyakit campak sebesar 1.000 jiwa dan 50 diantaranya meninggal, maka CFR-nya adalah 50/1.000 x 100% = 5%.

B.   Pentingnya Crude Mortality Rate (CMR) Sebagai Indikator Area Wabah

Case Fatality Rate (CFR) atau Fatality Rate inilah yang sering ditampilkan dalam berbagai media untuk memantau perkembangan wabah virus corona atau COVID-19, padahal menurut  uraian di atas Crude Mortality Rate (CMR) pun perlu diungkapkan. Hal ini penting untuk mengetahui seberapa besar dampak wabah dalam suatu populasi. Dengan diketahui dampak sebaran wabah virus dalam suatu populasi, maka kita dapat segera melakukan tindakan selanjutnya dalam rangka melokasir area wabah tersebut.

Seperti yang dilansir dari media bahwa virus corona termasuk virus lainnya yang awal mula berasal dari binatang yang menularkan kepada manusia, dan virus corona yang dihadapi saat ini dapat menularkan antar manusia. Dengan demikian dalam penanganan wabah tersebut selain memerlukan informasi dampak sebaran wabah dalam suatu populasi, juga informasi tentang luas area dimana wabah virus tersebut berada, karena pergerakan atau mobilitas manusia itu berbeda dengan binatang sebagai sumber wabah. Hal berikutnya adalah perlunya informasi mengenai tingkat kepadatan penduduk yakni jumlah populasi terhadap luas area populasi suatu daerah. Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk merupakan potensi besar bahwa wabah virus semakin meningkat karean pergerakan manusia untuk bertemu dengan manusia lain yang akan tertular semakin besar.

C.   Pemantauan Perkembangan Wabah Virus Corona di Dunia

Seperti yang telah diungkap pada awal tulisan bahwa data wabah virus Dunia per tanggal 4 April 2020 menurut WHO bahwa di Dunia ini sudah mencapai 1.018.948 jiwa yang terkonfirmasi secara positif, dan yang meninggal sebanyak 53.211 jiwa (atau Fatality Rate-nya sebesar 5,22%) serta sebanyak 212.357 jiwa yang telah sembuh ( atau sebesar 20,84%). Berdasarkan tabel Data untuk 11 Negara yang terdampak Virus corona, negara yang terdampak signifikan adalah Amerika, Spanyol dan Itali serta diikuti oleh negara Jerman dan Perancis, sedangkan negara China walau terdampak cukup besar justru kini sudah mulai terbebas dari virus tersebut.

Tabel1.
Data Negara terjangkit Virus Covid-19
No
Negara
 DATA VIRUS COVID-19 per 4 April 2020
DATA WILAYAH
SEBARAN VIRUS
 Konfirmasi
 Kematian 
 Sembuh
% MD
 % sembuh
 Penduduk
 Wilayah
 Kepa datan
 per 1000 jiwa
 per 100 Km2
1
Amerika
               245.573
             6.058
         9.228
2,47%
3,76%
       295.734.134
   9.631.418
31
0,020
0,063
2
Spanyol
               117.710
          10.935
      30.513
9,29%
25,92%
          43.209.511
       504.782
86
0,253
2,166
3
Itali
               115.242
          13.915
      18.278
12,07%
15,86%
          58.103.033
       301.230
193
0,239
4,619
4
Jerman
                  84.794
             1.107
      22.440
1,31%
26,46%
          82.431.390
       357.021
231
0,013
0,310
5
China
                  82.465
             3.326
      76.741
4,03%
93,06%
   1.306.313.812
   9.596.960
136
0,003
0,035
6
Indonesia
                     1.986
                  181
             134
9,11%
6,75%
       259.966.894
   1.919.440
135
0,001
0,009
7
Perancis
                  59.929
             5.398
      12.548
9,01%
20,94%
          60.656.178
       547.030
111
0,089
0,987
8
Iran
                  50.468
             3.160
      16.711
6,26%
33,11%
          68.017.860
   1.648.000
41
0,046
0,192
9
Inggris
                  34.192
             2.921
             135
8,54%
0,39%
          59.553.800
       244.820
243
0,049
1,193
10
Swiss
                  19.106
                  565
         4.846
2,96%
25,36%
             7.489.370
          41.290
181
0,075
1,368
11
Turki
                  18.135
                  356
             415
1,96%
2,29%
          69.660.559
       780.580
89
0,005
0,046

Dunia
          1.018.948
          53.211
   212.357
5,22%
20,84%





Keterangan:
1.     Data Virus Berdasarkan data Kompas per tanggal 3 April 2020
2.     Data kepadatan penduduk dunia berdasarkan Wikipedia

a.     Analisis Fatality Ratio Tiap Negara
Apabila dikaitkan dengan Fatality Rate (FR), Angka Kematian Fatal tertinggi dimiliki negara Itali sebesar 12,07%, Spanyol (9,29%), dan diikuti negara Indonesia (9,11%) serta Perancis (9,01%). Namun apabila dikaitkan dengan tingkat kesembuhan yang dialami penduduk setelah mengalami perawatan, didominasi oleh negara eropa yang memiliki standar kesehatan yang tinggi yakni Jerman (26,46%), Spanyol (25,92%), Swiss (25,36%), Spanyol sebesar (25,92%) dan negara Itali (15,86%) serta Iran diluar negara Eropa sebesar 33,11%.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa negara yang memiliki kualitas paramedis dan kapasitas RS yang memadai cenderung memiliki tingkat kesembuhan tertinggi. untuk melakukan treatment bagi pasien yang terkena virus corona, terutama negara eropa yang memiliki kapasitas Rumah Sakit dan kualitas paramedis yang baik. Namun disisi lain ada semacam kontradiktif data, justru negara Eropa memiliki tingkat kematian yang tinggi, demikian pula dengan jumlah korban yang terjangkit virus (terkonfirmasi).

Sedangkan negara china merupakan negara kali pertama yang terjangkit wabah virus corona, hanya memikili angka kematian fatal atau fatality rasio sebesar 4,03% dan memiliki tingkat kesembuhan tertinggi di dunia yakni sebesar 93,06%. Negara China merupakan negara yang memiliki kemampuan dalam penanganan wabah virus yang patut diacungi jempol selain kemampuan ekonomi dan sumber daya tenaga paramedis dan kapasitas Rumah sakit untuk menangani wabah virus, sehingga negara china kini sudah terbebas dari serangan virus tersebut.

Untuk negara Amerika Serikat secara nominal angka kematian dan konfirmasi cukup tinggi, walaupun rasio angka kematian fatal hanya sebesar 2,47%, namun angka kesembuhan negara Amerika cukup rendah yakni sebesar 3,76%. Kemungkinan disebabkan pasien yang masuk masih menunggu masa inkubasi virus selama 14-21 hari selain itu wabah dinegara itu terjadi pada gelobang kedua yakni dimulai awal bulan maret 2020. Demikian halnya dengan Negara Indonesia yang mulai terseang wabah di gelombang kedua, maka tingkat kesembuhan masih rendah sebesar 6,75%. Walaupun secara nominal angka kematian masih rendah,namun angka kematian fatal masih cukup tinggi.

a.    Analisis Crude Mortality Rate (CMR) Tiap Negara
Seperti yang dijelaskan bahwa menurut ilmu epidemiologi terkait dengan wabah virus, selain menggunakan analisis Case fatality Rate (CFR) atau Angka Kematian Fatal perlu juga menampilkan data analisis Crude Mortality Rate (CMR) atau angka Kematian Kasar. CFR atau Fatality Rasio sebagai indicator yang lebih berfokus bagaimana penanganan pasien yang terjangkit virus pada Rumah Sakit, sedangkan CMR sebagai indicator sejauh mana tingkat penyebaran dalam suatu populasi.

Berdasarkan Rasio CMR dapat menjelaskan mengapa negara Itali dan Spanyol terserang wabah begitu hebat yakni angka nominal penduduk yang terkena wabah (konfirmasi positif Covid-19) sebesar 115.242 jiwa (Itali) dan 117.710 jiwa (Spanyol) akibat tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi yakni 193 jiwa per Km2 (Itali) dan 86 jiwa per Km2 (Spanyol). Hal ini juga didukung dengan analisis sebaran wabah virus terhadap populasi (CMR) yakni sebesar 239 jiwa per 1 juta penduduk (Itali) dan 253 jiwa per 1 juta penduduk (Spanyol). Demikian pula apabila dianalisis dengan sebaran wabah virus terhadap luas wilayah negara, maka negara Itali memiliki 461 jiwa per 10.000 Km2, sedangkan Spanyol sebanyak 216 jiwa yang meninggal per 10.00 Km2. Tingginya kematian warga Itali karena luas wilayah negara sehingga kapasitas atau jumlah Rumah Sakit yang tersedia lebih sedikit dibandingkan dengan dengan negara Spanyol yang memiliki luas wilayah negara yang lebih besar.

Seperti kita ketahui bahwa karakter virus COVID-19 dapat menularkan antar manusia maka pergerakan manusia menjadi factor utama, maka sebaran virus tersebut akan menjalar ke negara yang berdekatan. Oleh karena itu negara eropa yang terkena wabah virus setelah negara Itali dan Spanyol adalah negara Jerman, Swiss, dan Perancis hingga Inggris. Besarnya jumlah penduduk yang terserang wabah (konfirmasi) karena negara eropa tersebut memiliki tingkat kepadatan yang cukup tinggi, padahal negara tersebut memiliki standar kesehatan yang tinggi.

Berdasarkan rasio CMR, maka yang terbanyak dimiliki negara Perancis sebesar 89 jiwa per 1 juta penduduk, diikuti negara Inggris sebesar 49 jiwa per 1 juta penduduk dan Jerman sebesar 13 jiwa per 1 juta penduduk. Sedangkan arus sebaran berdasarkan luas wilayah yang terbesar dimiliki oleh negara Inggris sebesar 1.193 jiwa per 10.000 Km2, diikuti negara perancis sebesar 987 jiwa per 10.000 Km2 dan Jerman sebesar 310 jiwa per 10.000 Km2.

Yang menarik adalah untuk ketiga negara besar yakni Amerika, Indonesia dan Inggris yang baru mengalami wabah virus pada gelombang kedua yakni di bulan Maret 2020. Apabila dibandingkan dengan tingkat kepadatan penduduk, sebenarnya yang cukup mengkhawatirkan adalah negara Inggris dan Indonesia yakni sebesar 243 jiwa per Km2 untuk Inggris dan 135 jiwa per Km2 untuk negara Indonesia, berbeda dengan negara Amerika yang hanya memiliki 31 jiwa per Km2. Namun karena Indonesia memiliki penduduk yang terkena wabah hanya sedikit, maka agak sulit untuk dijadikan perbandingan. Amerika merupakan negara yang terbanyak penduduknya terjangkit virus COVID-19, namun karena jumlah penduduknya cukup besar (populasi) maka rasio CMR berdasar populasi hanya sebesar 20 jiwa yang meninggal per 1 juta penduduk dan CMR berdasar luas wilayah sebesar 6 jiwa yang meninggal per 10.000 Km2.

Sedangkan Inggris sebagai negara eropa, justru memiliki angka kematian fatal cukup signifikan (8,54%) dan angka kesembuhan rendah (0,39%0, padahal Inggris merupakan negara eropa yang memiliki standar kesehatan yang cukup tinggi. Apabila dilihat dari sebaran virus, negara Inggris pun cukup mengkhawatirkan karena memiliki tingkat kepadatan penduduk sebesar 243 jiwa per Km2. Sehingga rasio CMR terhadap jumlah populasi dan luas wilayah cukup tinggi yakni sebesar 49 jiwa yang meninggal diantara 1 juta penduduk dan sebanyak 119 jiwa yang meninggal dalam 10.000 Km2.

Menurut lansir berita bahwa negara Inggris memiliki kebijakan pembiaran - Herd Immunity- atas wabah yang terjadi karena menganggap setiap manusia yang terjangkit virus pasti memiliki antibody untuk melawan virus dan akan sembuh dengan sendirinya. Mengingat sifat virus baru ini bahwa pergerakan manusia sebagai factor utma penyebar wabah, sementara tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, besar kemungkinan negara Inggris akan mengalami ledakan wabah yang parah seperti halnya Itali yang mengalami wabah pada gelombang pertama.

Berbeda dengan negara Amerika Serikat, walaupun secara nominal konfirmasi cukup tinggi, karena tingkat kepadatan penduduknya cukup rendah. Mengingat luasnya wilayah dan besarnya penduduk negara Amerika tidak menerapkan lockdown, namun akan menerapkan kebijakan social distancing (berjaga jarak). Demikian halnya dengan negara Indonesia menerapkan kebijakan social distancing (berjaga jarak), karena luasnya jumlah wilayah dan besarnya penduduk.

D. Pemantauan Perkembangan Wabah Virus Corona Di Indonesia
Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa wabah virus per tanggal 4 April 2020 di Indonesia menurut data resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia sudah 1.986 jiwa yang terkena virus COVID-19 yang terkonfirmasi secara positif, dan yang meninggal sebanyak 181 jiwa (atau Fatality Rate-nya sebesar 9,11%) serta sebanyak 134 jiwa yang sembuh ( atau sebesar 6,75%) setelah dilakukan perawatan medis.

No
Provinsi
 DATA VIRUS COVID-19 per 3 April 2020
DATA WILAYAH
 SEBARAN VIRUS
 Konfir masi
 Kema tian 
 Sem buh
% MD
 % sembuh
 Penduduk
 Wilayah
 Kepa datan
 per 1000 jiwa
 per 100 Km2
1
Jakarta
           971
           90
        52
9,27%
5,36%
       10.374.200
             8.114
    1.278,59
        0,009
       1,109
2
Jawa Barat
225
25
12
11,11%
5,33%
       48.037.600
          39.325
    1.221,56
        0,001
       0,064
3
Banten
170
14
7
8,24%
4,12%
       12.448.200
          10.559
    1.178,91
        0,001
       0,133
4
Jawa Timur
155
11
25
7,10%
16,13%
       39.293.000
          50.244
782,05
        0,000
       0,022
5
Jawa Tengah
114
18
11
15,79%
9,65%
       34.257.900
          35.956
952,78
        0,001
       0,050
7
DI Yogya
28
2
1
7,14%
3,57%
          3.762.200
             3.525
1067,19
        0,001
       0,057

 Total P. Jawa
      1.663
        160
     108
9,62%
6,49%
    148.173.100
       147.722
            1.003
        0,001
       0,108

Nasional
      1.986
        181
     134
9,11%
6,75%
    259.966.894
   1.919.440
                135
        0,001
       0,009


84%
88%
81%


57%
8%



Keterangan:
1.     Data Virus Berdasarkan data Kompas per tanggal 3 April 2020
2.     Data kepadatan penduduk dunia berdasarkan Wikipedia

Berdasarkan data nasional tersebut, kontribusi utama data wabah virus terbanyak diperoleh dari provinsi seluruh pulau jawa. Provinsi yang berada di Pulau Jawa meliputi Provinsi DKI, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Jumlah penduduk yang terjangkit virus COVID-19 (angka konfirmasi) untuk Pulau Jawa adalah sebesar 1.663 jiwa atau 84% dari total data nasional dan angka kematian sebesar 160 jiwa atau 88% dari total. serta angka pasien yang sembuh sebesar 108 jiwa atau sebesar 81%dari total. Sedangkan angka kematian fatal atau Fatality rasio di Pulau Jawa lebih tinggi yakni 9,62% dari data nasional, dan tingkat kesembuhan lebih rendah yakni sebesar 6,49% dari data nasional.

Apabila dilihat dari analisis data sebaran virus, maka tingkat kepadatan penduduk seluruh Jawa cukup besar sangat tinggi dibandingkan data nasional. Hal ini disebabkan jumlah penduduk seluruh jawa sebanyak 148.173.100 jiwa atau 57% dari data nasional, namun luas wilayah seluruh Pulau Jawa sangat kecil yakni sebesar 147.722 Km2 atau 8% dari luas wilayah seluruh Indonesia. Karena besarnya jumlah penduduk Pulau Jawa, maka rasio CMR terhadap jumlah populasi cukup rendah atau sama dengan data nasional. Namun melihat dari luas wilayah pulau jawa, rasio CMR terhadap luas wilayah lebih tinggi yakni sebesar 11 penduduk yang meninggal untuk setiap 100.00 Km2.

Apabila kita bandingkan dengan data per provinsi di Pulau Jawa, baik angka konfirmasi penduduk yang terkena wabah virus, angka kematian dan kesembuhan yang tertinggi berada di provinsi DKI Jakarta dibandingkan provinsi lainnya. Apabila dibandingkan dengan fatality ratio yang terbesar berada di provinsi jawa tengah sebesar 15,79%, diikuti provinsi jawa barat (11,11%) dan provinsi Jakarta (9,27%).  Sedangkan jika dibandingkan dengan rasio kesembuhan maka provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah memiliki kualitas paramedis dan kapabiltas Rumah Sakit lebih baik dibanding provinsi lain yakni sebesar 16,13% dan 9,65%.

Selanjutnya, jika kita melakukan analisis area sebaran wabah virus, tingkat kepadatan tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat ibukota sebesar 1.278 jiwa per Km2, diikuti provinsi jawa barat sebesar 1.222 jiwa per Km2, banten sebesar 1.179 jiwa per Km2 dan DI Yogyakarta sebesar 1.067 jiwa per Km2. Oleh karena itu untuk rasio CMR berdasarkan populasi Provinsi DKI dibandingkan lainnya yakni sebesar 9 jiwa yg meninggal per 1 juta penduduk dan CMR terhadap luas wilayah sebesar 11 jiwa yang meninggal per 10.000 Km2.

Mengingat Indonesia baru mengalami wabah virus pada gelombang kedua yakni bulan Maret 2020, besar kemungkinan akan terjadi ledakan wabah virus apabila pemerintah tidak menerapkan kebijakan yang tepat. Oleh karena penerapan kebijakan Sosial dan fisik distansi yang sangat ketat harus difokuskan pada wilayah pulau jawa terutama Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara dan episentrum wabah virus terbesar di wilayah Indonesia. Bila dimungkinkan blockade atau lockdown local wajib diterapkan untuk memutuskan mata rantai wabah virus, karena tingkat kepadatan Provinsi DKI atau Kota Jakarta merupakan yang tertinggi di dunia, termasuk Provinsi Banten dan Jawa Barat serta DI Yogyakarta.

Penutup
Seluruh mata tak lekat setiap hari memandang trend data wabah virus corona yang dikeluarkan oleh Badan Dunia Kesehatan atau WHO terhadap negara-negara yang terkena wabah virus tersebut. Data global dunia yang dikeluarkan oleh WHO berupa jumlah jiwa yang terkonfirmasi virus, jumlah jiwa yang meninggal dan yang telah sembuh, kemudian dibuat Case Fatality Rate (CFR) yakni persentase jumlah kasus yang meninggal terhadap jumlah kasus yang terkonfirmasi terjangkit virus.

Menurut Iwan Dwiprahasto, Clinical Epidemiologi dan Biostatistic Unit, Bagian Farmakologi FK UGM dalam artikelnya yang berjudul “Dasar-dasar Epidemiologi dan Pengukuran Kejadian Penyakit” bahwa Case Fatality Rate (CFR) merupakan salah satu data analisis ilmu epidemiologi yakni ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian pada populasi tertentu untuk mengendalikan masalahnya terkait wabah penyakit yang terjadi. CFR merupakan bagian dari analisis tentang Mortalitas, selain CFR juga terdapat rasio Crude Mortality Rate (CMR) yakni jumlah populasi yang meninggal terhadap total jumlah populasi (per 1.000 jiwa).

Case Fatality Rate (CFR) merupakan rasio yang berfokus kepada kemampuan menangani penyakit, sedangkan Crude Mortality Rate (CMR) merupakan rasio yang berfokus terhadap area penyebaran wabah. Mengingat wabah virus corona yang baru atau COVID-19 bukanlah virus yang menularkan antar binatang atau kepada manusia, tetapi manusia kini bisa sebagai pembawa wabah (carrier) yang menularkan kepada manusia lainnya, maka sangat penting untuk mengetahui arus sebaran wabah karena pergerakan wabah virus berasal binatang berbeda dengan manusia. Oleh karena itu seharusnya WHO perlu menampilkan data rasio Crude Mortality Rate (CMR).

Akibat kegagapan dan kepanikan karena menghadapi jenis virus baru tersebut, maka banyak spekulasi berbagai saran dari ahli kesehatan untuk mengatasi serangan wabah tersebut. Mengingat serangan wabah yang tiba-tiba dan menjalar begitu cepat ke pelosok negeri, kepanikan pun pada pemimpin negara untuk mengatasinya. Secara garis besar ragam kebijkan pemerintah dapat terbagi tiga yakni kebijakan pembiaran (Herd Immunity), Social Distancing (berjaga jarak antar manusia) dan pengucilan diri atau Lockdown.

Dengan analisis Rasio sebaran wabah atau Crude Mortality Rate (CMR) dan ditambah dengan rasio lainnya (sebaran wabah terhadap luas wilayah epidemi dan tingkat kepadatan penduduk) minimal bisa menjawab mengapa wabah virus merebak begitu cepat dalam suatu area atau wilayah negara (dan bisa menjadi pertanyaan – menggugat- mengapa WHO hanya menampilkan rasio CFR saja?). Dengan demikian bisa menjadi bahan pertimbangan bagi suatu negara pada saat ingin membuat kebijakan yang lebih tepat sesuai dengan kondisi yang terjadi.

1.    IQBAL ELYAZAR, SUDIRMAN NASIR, SUHARYO SUMOWIDAGDO: Jika Tak Ada Intervensi, Kasus Corona di Indonesia Bisa Tembus 71.000 Akhir April Kompas.com - 20/03/2020, 12:02 WIB. https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/20/120200823/jika-tak-ada-intervensi-kasus-corona-di-indonesia-bisa-tembus-71000-akhir.

2.      Wikipedia terkait dengan data jumlah penduduk dan luas wilayah serta tingkat kepadatan penduduk suatu negara atau Provinsi Di Indonesia.
3.     Iwan Dwiprahasto, Clinical Epidemiologi dan Biostatistic Unit, Bagian Farmakologi FK UGM dalam artikelnya yang berjudul “Dasar-dasar Epidemiologi dan Pengukuran Kejadian Penyakit”. http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/38797/mod_resource/content/1/Iwan_D-Modul_Epidemiologi_Klinik.pdf

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Auditor: Mengungkap Modus Operandi Pemeriksaan Dari Ketidaksengajaan

Kisah Dibalik Kesuksesan Bergulirnya Kembali Kompetisi Sepakbola di Tanah Air