Hiking Sebagai Sport Tourism Yang Berdampak Positif Bagi Perekonomian Masyarakat
Kajian Atas Kegiatan Pendakian Gunung:
Pentingnya Sport Tourisme Karena Berdampak Positif Bagi Perekonomian Masyarakat.
Oleh: Subroto
A.
Pengantar
Hiking atau
pendakian gunung memang hobby yang agak unik dibandingkan dengan hobby lainnya.
Karena tidak semua orang, walau ingin sekali, mau dan mampu untuk melakukan
itu. Pada umumnya, hampir sebagian orang yang ingin berpetualang pendakian
gunung atau
hiking lebih tertarik karena mendengar betapa fantastis akan petulang dan
kisah-kisah yang diperoleh dari seorang yang berpengalaman saat naik gunung.
Ketertarikan tersebut perlu diimbangi dengan
pengetahuan yang cukup mengenai cara pendakian gunung, terkadang bagi pemula tidak bisa memilih atau
mengenal rute jalan dengan baik dan kahirnya bisa tersasar di gunung. Apalagi
jika perjalanan pendakian tanpa persiapan baik fisik maupun perbekalan, akan
banyak timbul masalah dan bisa berakhir secara buruk. Oleh karena itu, pendaki gunung
pemula bisa mulai mencari pengetahuan (searching lewat google) tentang kondisi
alam, persiapan dan perbekalan
hingga pelatihan fisik yang diperlukan dalam pendakian.
Walau kegiatan
pendakian gunung cukup berisiko, namun setiap tahun justru mengalami
peningkatan. Pendakian gunung memang sebagai olahraga yang menantang dan
memiliki sensasi tersendiri bagi peminatnya. Lantaran kegiatan pendakian berkaitan
dengan wisata alam, maka kegiatan tersebut dapat dikelompokkan pariwisata
dengan minat khusus. Pariwisata tersebut kini merupakan suatu industri jasa terpopuler
di luar negeri yang dikeanl dengan sport tourism, karena telah dikelola secara
profesional sehingga bisa mendatangkan keuntungan bagi negara tersebut. Demikian
pula, Indonesia juga mulai berbenah diri untuk menggerakkan industri bisnis jasa
tersebut berfokus.
Indonesia merupakan negara yang memiliki
kekayaan panorama alam yang begitu eksotis di dunia. Potensi sumber daya alam
dan ekosistemnya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai pelestarian alam
dan sekaligus sebagai wisata alam dan wisata minat khusus, misalnya gunung,
laut, sungai, pantai, flora termasuk hutan, fauna, air terjun, danau dan
pemandangan alam. Pariwisata minat khusus seperti kegiatan pendakian gunung atau
kegiatan olahraga lainnya sebagai sport tourism merupakan jenis pariwisata
aktif yang pada umumnya melibatkan wisatawan sebagai pelaku, bukan sebagai
penonton. Wisata aktif sifatnya adalah jenis wisata yang menantang dan tak
jarang memiliki resiko yang tinggi, sehingga wisatawan selain yang ingin
menikmati wisata juga dituntut memiliki stamina fisik yang prima, serta
persiapan yang cermat sebelum melakukannya. Selain itu, peran pemerintah dalam
hal ini untuk memfasilitasi penyediaan berbagai sarana dan prasarana dalam
kegiatan pariwisata tersebut sangat diperlukan.
B.
Dampak Sport
Tourisme Terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar
Untuk melihat
pengaruh postif adanya kegiatan pendakian gunung sebagai pariwisata alam, maka
penulis mencoba menyadur hasil penelitian yang dilakukan R.M Daris dan H.B
Wijaya (2017) berjudul “Pengaruh Pariwisata Pendakian Gunung Prau Terhadap
Ekonomi masyarakat Desa Patak Banteng”. Peneliti menyebutkan bahwa kegiatan
wisata adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan berpergian dari tempat tinggalnya menuju lokasi lain untuk mendapatkan
suatu hiburan (Mathieson et al. 1982).
Menurut Spillane
(1991) dalam R.M Daris dan H.B Wijaya, pariwisata adalah kegiatan berupa
melakukan perjalanan, dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, kepuasan,
memperbaiki kesehatan, olahraga, istirahat, menjalankan tugas, ziarah, dan
lainnya yang sudah dilakukan sejak jaman dulu. Di Indonesia sendiri aktivitas
wisata sudah berkembang dan didukung dengan tempat wisata yang beragam mulai
dari wisata budaya, alam, petualangan dan sebagainya.
Diversifikasi Usaha
atau Ekonomi, dengan adanya pariwisata
berupa pendakian di Gunung Prau, Patak Banteng, Wonosobo telah menjadikan diversifikasi
ekonomi bagi masyarakat sekitarnya, karena berdampak dengan munculnya lapangan
kerja terhadap adanya aktivitas pendakian gunung tersebut antara lain munculnya
pengelola objek wisata, pengelola lahan parkir, penyedia penginapan, penjual
oleh-oleh, persewaan perlengkapan pendakian, pemandu wisata, dan penjual
makanan, dan sebagainya.
Peningkatan
Putaran Uang (Velocity Money),
terjadinya peningktan perputaran uang di daerah tersebut karena selama
melakukan aktivitas pariwisata tersebut, wisatawan mengeluarkan uang dengan
jumlah yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan yang bervariasi juga. Rata-rata
jumlah pengeluaran wisatawan selama melakukan aktivitas pariwisata tersebut sebanyak
Rp 124.124,- per hari per wisatawan. Dari jumlah tersebut bisa diketahui berapa
banyak uang yang mengalir di masyarakat Desa Patak Banteng per harinya,
perminggu, hingga perbulan baik pada saat musim normal (normal season)
atau musim puncak (peak season).
Kesempatan Kerja
atau Lapangan Pekerjaan, keberadaan
pariwisata di Desa Patak Banteng turut memberikan lapangan pekerjaan dan
memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, terutama bagi warga yang
tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran karena adanya diversifikasi usaha
yang menciptakan bebrgaia lapangan pekerjaan baru. Beberapa jenis pekerjaan ini
menampung tenaga kerja yang tadinya merupakan pengangguran. Dari 120 pelaku
usaha yang terlibat, 13 di antaranya adalah warga setempat yang tadinya tidak
memiliki pekerjaan atau pengangguran. Jenis pekerjaan yang paling banyak
menyerap tenaga kerja adalah petugas parkir yang menyerap lima tenaga kerja,
disusul dengan pemandu wisata dan juga pengelola objek wisata.
Tingkat
Pendapatan, terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat
sebagai akibat dari keterlibatan mereka di sektor pariwisata tersebut. Dari 120
reponden yang diteliti, sebagian besar mengaku mengalami peningkatan pendapatan
dibandingkan aktivitas lainnya. Pada awalnya mereka menganggap bahwa pekerjaan
yang ada di sektor pariwisata merupakan pekerjaan tambahan. Dalam artian,
masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata tidak meninggalkan pekerjaan utama
mereka sebelum terlibat dengan pariwisata. Sementara mereka masih tetap
penghasilan dari pekerjaan sebelum terlibat di sektor pariwisata, mereka juga
mendapatkan penghasilan dari pekerjaan di sektor pariwisata.
Penyerapan Tenaga
Kerja, adanya aktivitas pendakian Gunung
Prau turut menyerap tenaga kerja atau masyarakat usia produktif. Dalam hal ini,
di Desa Patak Banteng dari total populasi Desa Patak Banteng yang berjumlah
3.108 jiwa, 1.569 jiwa di antaranya ada di usia produktif. Masyarakat yang
berada di usia produktif ini sebagian terlibat dalam aktivitas pariwisata
pendakian Gunung Prau. Ada 120 yang terlibat dalam aktivitas pariwisata, dan
angka tersebut apabila diprosentasekan adalah sekitar 8% dari seluruh
masyarakat yang ada di usia produktif. Dari angka ini bisa dilihat bahwa warga
setempat mulai menyadari keberadaan sektor pariwisata yang juga menguntungkan
selain sektor utama yang sudah ada sebelumnya yaitu sektor pertanian.
Tingkat
Ketergantungan, Sebagian besar
dampak yang ditimbulkan dari keberadaan sektor pariwisata adalah dampak
positif, namun pariwisata juga memberikan dampak negatif. Salah satu dampak
negatif yang sering terjadi dalam pariwisata adalah adanya ketergantungan.
Ketergantungan ini sendiri terbentuk akibat masyarakat setempat yang sudah
merasa nyaman dengan pekerjaan dan juga pendapatan mereka di sektor pariwisata
hingga menggantungkan nasib kepadanya. Di Desa Patak Banteng sendiri dari 120
pelaku usaha yang terlibat dalam sektor pariwisata, 43 di antaranya mengakui
bahwa memiliki rasa ketergantungan terhadap sektor pariwisata.
C.
Penutup
Pendakian
gunung saat ini tidak hanya sekedar pemenuhan hobby anak-anak muda yang ingin
mencari sensasi untuk menikmati keindahan panorama alam walau sedikit berisiko.
Namun telah menjadi ladang bisnis yang menguntungkan yang mampu menggerakkan
perekonomian masyarakat didaerah tersebut. Tidak hanya pendakian gunung sebagai
pengoptimalisasi sektor pariwisata, namun sebagai bagian sport tourism terhadap
olahraga sejenis yang berada diarea terbuka untuk digalakkan kepada masyarakat,
karena dampaknya sangat signifikan yakni olahraga sebagai kegiatan untuk
membugarkan kesehatan fisik sehingga bisa menjadi peningkatan imun tubuh untuk
melawan kondisi pandemi Covid-19.
R.M Daris dan H.B
Wijaya (2017) menyimpulkan atas hasil riset penelitiannya bahwa pariwisata
pendakian gunung berpengaruh secara positif terhadap ekonomi lokal di sekitar
perkampungan Patak Banteng, Wonosobo yakni sebagai kegiatan diversifikasi usaha
yang dapat menciptakan lapangan kerja yang melibatkan usia kerja sekitar 8% dan
tidak hanya mengandalkan sektor pertanian. Kegiatan tersebut juga dapat
meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sebagai pendapatan asli daerah
(PAD). Namun menjadi perhatian pada saat penutupan pendakian demi menjaga
perehabilitasian alam dan rekondisi lingkungan habitat, agar melibatkan
masyarakat sekitar sehingga tidak terganggu akibat ketergantungan perekonomian
masyarakat tersebut.
Dapat kita
bayangkan berapa gunung dengan panorama alam yang sungguh memikat di berbagai
wilayah Indonesia bila dapat dikelola secara professional, akan berdampak
signifikan terhadap perekonomian sebagai alternatif penerimaan negara yang saat
ini sedang menghadapi masalah akibat wabah kondisi pandemi. Banyak ragam
aktivitas olahraga yang bisa dieksploitasi secara professional melalui olahraga
berbasis pariwisata alam atau sport tourism yang kini sedang digaungkan
oleh pemerintah, misalnya olahraga mountain bike baik down hill atau up hill
bike (olahraga ekstrim bersepeda dengan tantangan lintasan terjal yang
berbukit), caving sport (penjelajahan atau wisata gua).
Sumber
referensi:
Umbu Rihi
(N/A), Pengaruh Wisata Pendakian Gunung Kilimutu Terhadap Peningkatan
Pendapatan dan Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Ende, https://www.academia.edu/31914014/ (diakses tanggal 7
November 2021)
R.M Daris dan H.B Wijaya (2017), Pengaruh
Pariwisata Pendakian Gunung Prau Terhdap Ekonomi masyarakat Desa Patak Banteng,
Kabupaten Wonosobo, Universitas Diponegoro, Jurnal Teknik Perencanan Wilayah
dan Kota (PWK), Vol.6(2), 2017, pp 125-130.
Komentar
Posting Komentar