Cara Mengatasi orang "Trouble Maker"
|
CAtatan
PINGgir atas DEdikasi Lewat PengalaMAN (CAPING DELMAN) :
Mengatasi Pegawai “Trouble maker” Melalui Kolaborasi dan
Elaborasi Bagi Organisasi
|
Pendahuluan
Saat Cak Bro sedang
libur di rumah, asyik melihat anak bungsunya sedang mengotak-atik memperbaiki
mainan Mobil “Tamiya” yang rusak (sejenis mainan mobil balap “knock down” yang
dapat dibongkar pasang). Ternyata kerusakan terjadi pada dinamo yang
menghubungkan ke-empat roda sebagai penggerak, setelah dinamo tersebut diganti
dengan baru akhirnya mobil tersebut dapat dipergunakan kembali.
Kemudian Cak Bro mengambil
dinamo yang rusak dan membongkarnya, ternyata isi dynamo tersebut terdiri dari dua
buah magnet yang saling berhadapan dan ditengahnya terdapat sebuah lilitan atau
kumparan dari logam tembaga. Diambilnya dua buah magnet melengkung, ketika
magnet yang satu didekatkan dengan magnet lainnya akan terjadi penolakan, dan
jika batang magnet dirubah posisinya akan terjadi tarik menarik.
Tanpa disadari saat
asyik mempermainkan kedua magnet tersebut, diam-diam sang anak memperhatikannya
dan berkata “ Wah papa kurang kerjaan ya?,… lebih baik main sama adik aja dech
balapan mobil Tamiya…..”.
Peristiwa tarik menarik
atas kedua batang magnet karena di pengaruhi oleh posisi kutub magnet, dan jika
posisi dirubah maka akan terjadi sebaliknya. Timbul dalam pikiran Cak Bro atas prinsip
kerja magnet bahwa jika di dalam organisasi terdapat pegawai “bermasalah” yang
selalu menolak tugas atau perintah atasan harus kita kaji lebih dahulu titik
permasalahannya, mungkin karena perbedaan kutub sehingga perlu merubah posisi
kutub tersebut. Prinsip kerja magnet tersebut mengilhami Cak Bro untuk membuat
tulisan terkait dengan tingkah laku pegawai (human behavioral) dalam organisasi.
Orang
yang “Berlawanan” adalah Trouble maker bagi Organisasi?
|
Dalam organisasi,
umumnya seorang manajer akan berusaha mengumpulkan orang-orang yang sepaham atau
satu ideologi/prinsip untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Adanya
kesamaan pandangan tersebut menurut manajer justru akan menghasilkan energi
untuk menggerakkan roda organisasi. Namun patut kita sadari, bahwa dalam organisasi
sangatlah jarang kita memiliki kondisi ideal atau memiliki pegawai seperti itu,
akan selalu ada orang-orang yang menentang atau tidak sepaham dengan kita.
Dan kesalah-pahaman bagi
manajer, umumnya mereka justru akan berusaha menyingkirkan orang-orang seperti
itu. Mereka beranggapan dengan memelihara orang tersebut akan mengeluarkan energi
lebih besar untuk membina agar sepaham atau menuruti perintah, sehingga
pimpinan akan berusaha menyingkirkan segera jika mereka tidak dapat
berkerjasama (menuruti perintah) dengannya. Bagaimana jika orang yang dimaksud
memiliki potensi yang sangat berguna bagi organisasi?, haruskah kita menyingkirkan
atau mencampakkan asset yang berharga begitu saja?.
Perilaku
dan Interaksi Manusia dalam Organisasi
Penulis teringat sebuah
artikel yang berjudul “Systemic Leadership:
an Adaptation of System on Leadership and Human Resources Management, oleh
Prof. Dr. Cyris Achouri, Universitiy of
Nuertingen-Geislingen, Faculty economics, Germany. Berdasarkan penelitiannya
dari beberapa organisasi yang ditelitinya menyimpulkan bahwa tidak mungkin
membentuk kepemimpinan secara universal dalam suatu organisasi karena adanya keunikan
perilaku manusia didalam organisasi. Oleh karenanya, Prof. Cyrus tersebut memperkenalkan
apa yang disebut dengan delapan paradigma
sistemik yakni :
1. Pada
prinsipnya setiap manusia akan mengorganisir dirinya sendiri tanpa diperintah
2. Kehidupan
manusia dalam organisasi bergantung pada keberadaan system
3. Adaptasi
terhadap lingkungan diwujudkan secara tidak menguntungkan berkaitan dengan
viability (kemampuan bertahan hidup) dan kesuksesan yang diraihnya.
4. Aksi
dan reaksi tiap manusia berbeda-beda terkait dengan pengorganisasi dirinya,
bergantung dengan sikap dan perilakunya. Selain itu, interaksi yang dihasilkan pada
tiap-tiap individu menunjukkan reaksi yang tidak dapat diprediksi.
5. Pembelajaran,
perubahan dan penyelesaian masalah terjadi pada tiap-tiap individu, aktif diri
dan kontrukstif berdasarkan sumber daya yang dimilikinya.
6. Organisasi
diri pada pegawai dan departemen akan meningkat secara kreatif dan kreativitas meningkatkan
viability-nya (bertahan) dari
perusahaan.
7. Pada
dasarnya manajer tidak dapat memotivasi pegawai, karena tiap-tiap individu
melakukan untuk dirinya sendiri
8. Strategi
untuk mencapai kesukesan dalam hidup seseorang diperoleh tidak berdasarkan
kompetisinya, melainkan hasil interaksi atas kerjasama dan network-nya.
Berarti dapat
disimpulkan bahwa motivasi pegawai sebagai individu dalam organisasi tidak
disebabkan kepatuhan pada pimpinan,namun komitmen yang timbul dari dirinya
sendiri karena terpenuhinya kepentingan atau kebutuhan pribadi entah kebutuhan
dasar atau aktualisasi diri, dan lainnya (Abraham Maslow). Selain itu, komitmen
terhadap organisasi juga timbul karena adanya interaksi antar individu maupun
antar dirinya dengan organisasi.
Dan perlu penulis
tambahkan pula bahwa gaya setiap manajer berbeda-beda, ada yang bersikap Risk Taker yakni berani mengambil risiko
dan ada pula yang sebaliknya Risk Avoider
(tidak berani mengambil risiko alias konservatif). Ada pula yang bersikap
moderat atau democrat dan ada pula bersifat otokratik. Ada pemimpin kharismatik
karena sikapnya, ada pula sebagai pemimpin berdasarkan legitimate (karena peran
atau tugas/wewenang yang diterima). Dari dua factor tersebut dapat kita
simpulkan betapa kompleksnya menangani organisasi bagi manajer, belum lagi lagi
dipandang berdasarkan skala organisasi, jenis organisasi, bisnis proses yang
ditangani, lingkungan organisasi dan perubahan yang terjadi.
Penulis tidak
membanding-bandingkan sikap dan gaya manajer tersebut, karena keberhasilan manajer
dalam memimpin organisasi bergantung terhadap situasi dan kondisi maupun jenis
organisasi yang dipimpin, termasuk SDM didalamnya. Ada sebagian manajer yang
terlalu percaya diri bahwa keberhasilannya dalam mengelola pegawai karena
legitimasi-nya menerapkan kebijakan yang begitu ketat. Namun sekali lagi, patut
disadari keberhasilan tersebut tidak akan bertahan lama sepanjang kebutuhan
individu tidak terpenuhi dengan baik.
Sebagai contoh, seorang
pegawai yang menuruti perintah pimpinan yang otokratik lantaran motivasinya
untuk memenuhi kebutuhan dasar (alias takut dipecat) atau aktualisasi (agar
jabatan tidak dicopot). Apabila pegawai tersebut telah terpenuhi kebutuhannya,
maka dia akan menolak perintah karena jabatannya setara dengan pimpinan, bahkan
dia akan keluar dari organisasi jika perusahaan lain memberikan gaji atau salary yang lebih dari tempatnya semula.
Atau sebaliknya, akan terjadi perubahan suasana dalam organisasi ketika
pimpinan meninggalkan jabatan tersebut, tidak ada ‘jejak kebijakan’ lagi dalam
organisasi, karena mereka dengan segera melupakan dan menggantikan mekanisme
atau kebijakan yang cocok.
Jangan
sia-siakan Asset Berharga hanya karena “berseberangan”
Kembali ke permasalahan
semula, bahwa seorang manajer yang baik tidak hanya mengelola orang-orang agar
dapat menjalankan tugas agar tercapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien, atau bagaimana dia dapat mendelegasikan wewenang sebagian atau seluruhnya
kepada bawahan. Namun, seorang manajer yang baik selain harus dapat memahami
prinsip-prinsip organisasi yang telah penulis sebutkan diatas, juga bagaimana
memahami sikap dan karakter setiap orang atau individu didalam organisasi,
terutama orang-orang yang kita anggap “trouble
maker” atau memiliki tipe pemberontak (bahkan sebagai penghasut atau
agitator), dia termasuk orang yang dianggap “berseberangan” atau tidak sepaham
dengan kita sebagai manajer.
Hal yang penting
lainnya, bagaimana kita mencoba untuk menggabungkan, dan mengkombinasikan
mereka melalui kordinasi, kolaborasi maupun elaborasi yang sedemikian rupa sehingga
mereka dapat menjalankan tugas dengan baik dan tercapai tujuan organisasi
secara efisien dan efektif. Namun yang terjadi justru sebaliknya terkait dengan
orang-orang yang kita anggap sebagai “benalu” atau “duri dalam daging”, sebagian
besar manajer merasa bangga jika mereka dapat menyingkirkan atau “menekan” agar
mereka tunduk dan patuh terhadap aturan yang kita tetapkan.
Padahal, kita telah
membuang atau tidak memanfaatkan asset yang berharga bagi organisasi, apalagi
jika orang tersebut merupakan orang yang potensial dari hasil didikan
organisasi, berarti kita telah membuang uang percuma atas investasi yang telah
tertanam dalam diri orang tersebut entah melalui Diklat, mengirim
kursus/seminar ke luar negeri. Bisa anda bayangkan, hanya karena
‘berseberangan’ sikap atau menentang pendapat kita, dengan mudah kita
melemparkan orang tersebut begitu saja. Tanpa kita sadari, apa yang kita
lakukan justru tidak memperbaiki keadaan, bahkan berdampak negatif atau tidak
menguntungkan bagi organisasi dimasa mendatang.
Pernahkah anda sadari,
orang yang kita singkirkan tersebut ketika pindah pada perusahaan pesaing
kita?. Kemudian, karena rasa dendam, dia ‘menyerang’ perusahaan kita atau
pesaing memanfaatkannya untuk menyerang kita, entah dengan memberikan data-data
atau formula penting atau memberitahukan rahasia kelemahan organisasi kita. Oleh
karena itu, dalam manajemen modern saat ini, beberapa perusahaan justru
berusaha untuk me-maintain pegawai
dengan berusaha memahami sikap dan perilaku serta berusaha membuat mereka nyaman
dalam bekerja, karena mereka tidak ingin menyia-nyiakan mereka sebagai asset
penting yang begitu bernilai bagi perusahaan
Sharing
Pengalaman Mengatasi Orang “Trouble Maker”
a. Penerapan Kebijakan Kolaborasi dan
Elaborasi terhadap Pegawai Non-teknis
Penulis mencoba
memberikan sharing pengalaman bagaimana mengatasi dan memanfaatkan orang
seperti itu. Ketika penulis ditugaskan sebagai Supervisor suatu tim, dalam
penyusunan tim umumnya mereka akan meminta anggota tim yang memiliki kompetensi
atau keahlian yang sepadan. Pada lain waktu, penulis mencoba membentuk tim
dengan menyisipkan seorang non auditor (pegawai Tata Usaha), apa yang terjadi?.
Pada awalnya mereka menolak karena perbedaan kompetensi dan orang tersebut akan
menjadi beban dalam bekerja.
Penulis meminta
pengertian mereka, bahkan memberikan toleransi jika pekerjaan tidak selesai
pada waktunya, namun penulis memberi persyaratan bagaimana cara memanfaatkan
pegawai TU tersebut. Ternyata hasilnya sungguh fantastik, jumlah hari
penyelesaian lebih cepat dibandingkan dengan tim sebelumnya dengan seluruh
anggota berkompetensi. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?, bukankah secara
ideal hari penyelesaian menjadi lebih lama karena adanya orang yang dianggap
sebagai beban atau penghambat kerja?. Kunci keberhasilannya adalah pemanfaatan
tugas dengan melakukan prinsip sinergisitas.
Penjelasannya adalah seorang
auditor berkompeten dalam tim akan melaksanakan tugas secara teknis (entah
dengan menganalisis data dan menyimpulkan dalam berkas kerja atau bekerja dengan
komputer). Namun, jika dalam tim semua adalah auditor, tanpa disadari mereka juga
melakukan hal-hal non teknis atau hal sepele yang membuang waktu dan pikiran
mereka. Misalnya, meng-copy atau menggandakan dokumen/berkas pemeriksaan, menata
atau mengumpulkan/klasifikasi berkas dalam suatu ordner. Atau ketika mereka diluar
kota, tak jarang setiap malam mereka harus keluar mencari makan atau memfoto
kopi berkas, dan lainnya.
Seandainya pekerjaan non-teknis
dan sepele diserahkan kepada pegawai non-teknis, mereka dapat memaksimalkan
waktu untuk melakukan pekerjaan audit lainnya secara lebih efektif dan efisien.
Dengan me-refer berkas dokumen yang tertata rapi, mereka dapat melakukan
analisis atau membuat simpulan audit dengan baik tanpa perlu mencari atau bolak
balik berkas. Selain itu, adanya kebijakan tersebut, dapat meredam suasana
kantor dengan mengatasi “gap” antara pegawai teknis dan non-teknis akibat
kesenjangan perolehan Dinas Luar dengan mengajukan ‘prinsip win-win solution”.
b. Pemanfaatan Potensi Pegawai yang
Dianggap “Trouble maker”
Dalam pengalaman
lainnya, penulis diamanahkan (dititipkan) seorang pegawai yang dianggap
“bermasalah” dan tim lainnya menolak atas keberadaan pegawai tersebut. Mereka
menganggap pegawai tersebut malas bekerja, tidak dapat diperintah karena senior
dan suka berdiskusi (hanya pintar bicara). Setelah penulis coba pelajari dan pahami
perilaku pegawai tersebut, memang dia pemalas tetapi pintar bicara, dia enggan
melakukan hal-hal yang klerikal, namun dia memiliki pengetahuan lebih dalam tentang
audit karena senior.
Selanjutnya penulis mencoba
mensinergikan dengan anggota tim lainnya, penulis tugaskan dia untuk mencari
data ke perusahaan (dalam audit umumnya kita selalu kesulitan untuk memperoleh
data dengan lengkap dan cepat). Hasilnya cukup fantastik, kami memperoleh data
perusahaan yang cukup lengkap lebih cepat, kemudian penulis serahkan pekerjaan
klerikal pada anggota lainnya. Dalam melakukan analisis data, kami pun sering
berdiskusi tentang ketentuan atau peraturan karena dia memiliki pengalaman
(senior). Alhasil, kami bisa membuat simpulan audit dan menghasilkan temuan
pemeriksaan cukup signifikan.
Penutup
Seperti kisah dalam
pembuka tulisan penulis, hendaknya kita sebagai manajer dapat menyikapi secara
bijak terhadap orang-orang seperti itu. Dengan penanganan, pembinaan dan
pengarahan yang baik, kita dapat memperoleh keuntungan yang mungkin tidak
terpikirkan sebelumnya. Kiat atau cara terbaik menanganinya dengan metode prinsip
dasar “magnet”, jika kedua magnet dihadapkan terjadi aksi tolak-menolak, bukankah
kita cukup merubah posisi magnet tersebut agar terjadi aksi tarik menarik?.
Bila kumpulan orang yang
sama atau sepaham dengan keinginan kita, maka gabungan atau tim kerja akan
berdampak positif secara standar, atau secara matematis dapat dihitung bahwa 1
+ 1 = 2. Akan tetapi, jika kita dapat men-sinergikan dengan prinsip “magnet” akan
menimbulkan energi sinergisitas dan akan menghasilkan dampak positif yang lebih
banyak lagi, atau secara matematis, dapat dihitung bahwa 1 + 1 =>2, atau
bisa menjadi 4 atau 8, dst.
Kita tidak dapat
membayangkan, sebuah tim sepakbola menempatkan 6 orang pemain striker sekaligus,
justru tidak akan efekif bukan?. Bukankah tim sepakbola yang baik, manajer akan
menempatkan orang-orang sesuai dengan tugas dan perannya masing-masing?.
Banjar
Baru, Medio September 2012
* Penulis saat
ini bertugas
pada Perwakilan
BPKP
Prov.
Kalimantan Selatan
Komentar
Posting Komentar