Kajian Refleksi: Pembatalan Pungutan Biaya Administrasi Atas Penggunaan ATM Link Bank BUMN

 

Kajian Refleksi:  Pembatalan Pungutan Biaya Administrasi Atas Penggunaan

ATM Link Bank BUMN Sebagai Pendapatan Non Bunga (Fee Based Income )

 

1.     Pengantar

Baru-baru ini adanya rencana bank BUMN mengenakan pungutan ATM Link per 1 Juni 2021, yaitu cek saldo Rp2.500 dan tarik tunai Rp5.000, dari yang semula gratis. Namun rencana akhirnya diputuskan ditunda karena menimbulkan polemik di masyarakat. Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing mengatakan, adanya rencana tersebut KKI akan melaporkan ke Komisi Penyelesaian Persaingan Usaha (KPPU) karena dianggap adanya dugaan kartel dengan cara menerapkan biaya saldo dan tarik tunai yang seragam di sesama Himbara.

Kritikan tersebut juga disampaikan oleh anggota DPR, Mufti Anam pada saat Himbara melakukan rapat dengan Komisi DPR. Dalam rapat tersebut, Mufti Anam menyoroti rencana Bank BUMN tersebut yang menurutnya akan membebani rakyat di tengah pandemi tersebut dan pengenaan pungutan itu membuktikan bank-bank BUMN tidak kreatif menggali sumber pendapatan non-bunga (fee based income). Mufti memaparkan, pungutan ATM Link memang akan menghasilkan pendapatan yang besar bagi bank BUMN. "Jika sehari ada 2 juta kali transaksi ATM Link, diambil rata-rata saja, yaitu cek saldo Rp2.500, tarik tunai Rp5.000, kita ambil rata-rata saja Rp3.500. Setahun dari pungutan ini saja sudah Rp2,5 triliun. Tinggal duduk manis, itu kan bukan praktik bisnis yang inovatif," paparnya.

Mendapat kritikan tersebut, akhirnya para direktur utama bank-bank BUMN, yaitu BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN, menyatakan membatalkan rencana pengenaan biaya cek saldo dan tarik tunai di ATM Link. Jadi, bukan hanya menunda, tapi membatalkan. "Maka kami berempat (BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN) memutuskan bahwa tidak akan mengenakan biaya itu," kata Dirut BRI Sunarso, dalam rapat yang juga disiarkan langsung melalui Youtube tersebut. Dia menjelaskan, sesungguhnya bank-bank swasta juga menerapkan biaya di ATM. Hal itulah yang semula akan dinormalkan. (Riau Bisnis News, 17 Juni 2021).

  2.     Pengertian Fee Base Income pada Pendapatan Bank

Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lain (Kasmir, 2007). Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah suatu lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat yang berupa simpanan giro, tabungan dan deposito, kemudian menyalurkan dana kepada masyarakat yang berupa pinjaman (kredit), dan memberikan jasa lainnya yang meliputi jasa setoran, jasa pembayaran, transfer, kliring, valas, safe deposit box, travellers cheque, Bank card.

Pendapatan bunga merupakan pendapatan utama bank yakni pendapatan yang diperoleh atas penggunaan aktiva bank berupa kas yang disalurkan kepada masyarakat atau pihak ketiga lainnya dalam bentuk kredit (loan). Pendapatan hasil bunga dari pinjaman yang diberikan dan penanaman- penanaman dana yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan dalam bentuk giro, simpanan berjangka, obligasi dan surat pengakuan hutang lainnya.

Namun seperti jenis industri lainnya, dalam industri perbankan pendapatan secara umum dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pendapatan operasional dan non operasional. Terkait kegiatan operasional adalah semua pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha bank. Sedangkan pendapatan non operasional adalah pendapatan bank yang diterima bukan dari kegiatan langsung atau kegiatan operasional. Bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya tidak hanya mengandalkan pendapatan bunga dalam upaya peningkatan pendapatannya secara keseluruhan dan meningkatkan laba. Strategi yang sekarang banyak diterapkan dalam industri perbankan dalam upaya menumbuhkan laba adalah memperbesar fee based income.

3.     Benarkah Bisnis Perbankan Itu Monopoli ?

Menurut Chandler (1938) bahwa  persaingan  di dalam  industri  perbankan  bukan persaingan  sempurna  melainkan  monopoli  yang  kemudian  ditambah  dengan  kolusi  untuk mengatur kompetisi harga dan non-harga. Alhadeff (1951) mendukung pernyataan Chandler dengan menyatakan bahwa bank tidak mungkin berada dalam situasi yang benar-benar bersaing karena dalam situasi persaingan murni bank  baru terancam  akan  bangkrut  dan hal  ini  akan membahayakan perekonomian secara makro karena keruntuhan sebuah bank dapat menular ke bank-bank lain (contagion effect).

Persaingan antar bank bisa terjadi karena perebutan sumber daya yang produktif, misalnya pada deposito, tabungan, dan penyaluran kredit yang merupakan sumber pendapatan. Kompetisi non-harga antar bank bisa berbentuk hadiah dan promosi untuk menarik nasabah sebanyak-banyaknya. Kompetisi juga dapat berbentuk produk dan jenis layanan baru yang didukung oleh perkembangan teknologi yang mampu menekan biaya produksi dan distribusi. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pasar perbankan yang lebih terkonsentrasi dan memiliki tingkat kompetisi yang rendah, memiliki buffer dalam menghadapi kerentanan; ini membuat perbankan lebih stabil. Pada sisi lain, kondisi seperti ini juga memberikan insentif pengambilan resiko yang berlebihan (excessive risk taking).

Sedangkan dari sisi lain, berdasarkan hasil penelitian atas Fee Based Income yang dilakukan oleh Kustina Ketut T dan Dewi IGA Agung O. (2016), dengan judul, “Pengaruh Fee Based Income Terhadap Perubahan Laba Perusahaan Perbankan Di bursa Efek Indonesia (Studi kasus 10 bank Dengan Laba Terbesar di Indonesia)”, bahwa fee based income (FEEBI) berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba (PLABA) terutama pada perusahaan perbankan di BEI yang termasuk 10 Bank dengan laba terbesar di Indonesia. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat perolehan fee based income akan meyebabkan perubahan laba yang positif pada perusahaan perbankan di BEI yang termasuk 10 Bank dengan laba terbesar di Indonesia.

4.     Penutup

Kembali ke permasalahan diawal pengantar bahwa adanya kritikan baik dari Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) maupun anggota DPR selaku wakil rakyat atas rencana bank BUMN mengenakan pungutan ATM Link per 1 Juni 2021, yaitu cek saldo Rp2.500 dan tarik tunai Rp5.000, dari yang semula gratis, perlu dipertimbangkan kembali. Hal ini disebabkan adanya pendapat sebagian masyarakat bahwa pungutan tersebut akan membebani masyarakat yang sedang mengalami pandemi.

Padahal pendapatan perbankan merupakan bagian dari common business perbankan mengingat meningkatnya transaksi usaha masyarakat di era kemajuan teknologi melalui jasa perbankan, selain itu fee based income merupakan pendapatan operasional yang memiliki risiko rendah dalam kegiatannya dibandingkan dengan kegiatan konvensional berupa hasil bunga atas selisih bunga (spread rate) antara pemberian dan perolehan dana.

Namun demikian, apabila pemerintah berkehendak menetapkan kebijakan atas larangan pemungutan biaya administrasi terhadap masyarakat dalam penggunaan mesin ATM yang juga memerlukan biaya operasional, maka harus berlaku sama terhadap perbankan swasta lainnya, sehingga tidak terjadi ketimpangan persaingan yang akan mengganggu bisnis usaha perbankan secara berkeadilan.

Pengenaan biaya administrasi bagi masyarakat pengguna ATM bisa menjadi pembelajaran agar beralihnya untuk menggunaan m-banking dalam melakukan berbagai transaksi usaha atau kegiatan di era teknologi dan serba digital. Hal berikutnya, menjadi kewajiban bank untuk segera memberikan berbagai kemudahan dan sosialisasi kepada masyarakat atas penggunaan m-banking. Dengan demikian masyarakat terhindar dari perusahaan pinjaman on-line (pinjol) atau perusahaan financing yang tidak resmi yang mengakibatkan keresahan masyarakat karena memreka berbisnis tak bedanya seperti lintah darat yang tetap menjerat beban pelunasan begitu besar.

 

Referensi :

1.      Riau bisnis.id, “Cek Saldo di ATM Link Bank BUMN Batal Berbayar, Konsumen Cabut Gugatan ke KPPU”, 17 Juni 2021. https://riaubisnis.id/news/detail/5251/cek-saldo-di-atm-link-bank-bumn-batal-berbayar-konsumen-cabut-gugatan-ke-kppu

2.      Kustina Ketut T, Dewi IGA Agung O., “Pengaruh Fee Based Income Terhadap Perubahan Laba Perusahaan Perbankan Di bursa Efek Indonesia (Studi kasus 10 bank Dengan Laba Terbesar di Indonesia)”, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian-Denpasar, 30 September 2016.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Auditor: Mengungkap Modus Operandi Pemeriksaan Dari Ketidaksengajaan

Cerpen Auditor : Mungkinkah Menyelamatkan Perusahaan Dari Analisis Teori Kebangkrutan?

Kisah Dibalik Kesuksesan Bergulirnya Kembali Kompetisi Sepakbola di Tanah Air