Pentingnya Budaya Organisasi/Budaya Kerja, Sebagai Tools Manajemen Untuk Menilai Keefektifan Organisasi dan Sebagai Alat Ukur Evaluasi Atas Penerapan SPIP bagi Organisasi

Oleh Subroto, Ak.,MM
(Kasubbid Pemanfaatan, Puslitbang, BPKP)

v  Pengantar :
Awal mula ketika saya masih di kantor perwakilan kecil, saya mendengar dan belum mengerti apakah itu budaya kerja?, saya merasa skeptis bahwa program budaya kerja dapat diterapkan di kantor kita secara efektif. Saya menganggap bahwa Program budaya kerja hanya diperuntukkan untuk kantor perwakilan besar, karena hanya mengusung suatu budaya lokal yang menampilkan dari sisi kesenian belaka.

Dalam pikiran sempit saya, kata budaya lebih berkonotasi tentang adat atau kesenian lokal belaka. Dengan demikian, saya menganggap bahwa program budaya kerja  adalah suatu kegiatan seremonial berupa atraksi kesenian daerah yang ditampilkan ketika salah satu pejabat BPKP Pusat datang ke suatu kantor perwakilan. Saya pun mulai mencari buku-buku sebagai perbendaharaan tentang makna budaya kerja, ternyata anggapan saya itu salah besar!.

Menurut perbendaharaan kata bahwa budaya adalah kebiasan-kebiasaan atas perilaku masyarakat setempat yang melembaga menjadi suatu adat kebiasaan atau norma. Atau menurut pakar organisasi bahwa Budaya adalah norma-norma perilaku yang dalam waktu dan tempat tertentu di sepakati oleh sekelompok orang untuk bertahan hidup dan berada bersama (Elashmawi & Harris). Berarti Budaya kerja adalah perilaku pegawai atau tata nilai yang positif di suatu daerah tertentu (lingkungan setempat) sebagai dasar bagi organisasi agar pegawai dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Mengapa perusahaan melibatkan budaya lokal dari pegawai setempat dalam penentuan tujuan organisasi?.

v  Pentingnya Budaya Organisasi Terkait Perubahan Lingkungan yang Terjadi 
Menurut Nevizond Chatab dalam bukunya ”Diagnostic Management”, disebutkan bahwa akibat arus globalisasi dimana banyak perusahaan melakukan merger atau akuisisi agar lebih cepat bertumbuh dan berkembang, namun hasilnya tidak menggembirakan. Dari hasil penelitian, 90% perusahaan gagal memenuhi harapan karena konflik budaya. Hasil riset lainnya juga menyebutkan bahwa 74% perusahaan mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan faktor budaya setempat. (Bab 6: Mendiagnosis Budaya, hal 217).

Mungkin, perusahaan dimana mereka berasal menganggap budaya mereka lebih baik dan berusaha menerapkan kedalam perusahaan dimana mereka berada tanpa pernah memperhatikan budaya lokal atau menyesuaikannya terhadap pegawai lokal tersebut yang mereka rekrut. Namun apa yang terjadi?, bukan keberhasilan yang mereka peroleh melainkan kegagalan yang mereka dapati. Hal tersebut terjadi karena adanya benturan atau konflik budaya yang tidak mereka pahami.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, beberapa pakar organisasi bersepakat untuk menempatkan budaya organisasi sebagai salah satu komponen penting sebagai alat manajemen bagi tercapainya organisasi secara efektif. Seperti kita ketahui bahwa akibat perubahan yang begitu cepat akibat pengaruh globalisasi, umumnya mereka melakukan perbaikan melalui 3 faktor atau perspektif utama yakni Organisasi, Sistem dan SDM. Terkait dengan perspektif SDM mengandung banyak kelemahan, terlebih jika kita melihat akibat krisis identitas dan moral organisasi yang dialami kehidupan manusia akhir-akhir ini.

Seharusnya diperlukan pendekatan sistem total terhadap suatu organisasi, baik yang kelihatan/nyata maupun yang tidak kelihatan/tidak nyata, yang dapat menyumbangkan anggapan dasar yang benar. Anggapan dasar ini terbentuk karena implementasi realistis yangd apat diteladani dari perspektif Tata Nilai dan Keyakinan bersama di dalam organisasi, sebagi sumber kekuatan terbentuknya budaya organisasi. Budaya organisasi inilah yang berpengaruh membentuk dan memberi arti kepada anggota organisasi (SDM) untuk berperilaku dan bertindak sebagai karakter organisasi.

Tata Nilai Organisasi adalah nilai-nilai yang diyakini organisasi sebagi sumber kekuatan penting serta berharga yang dijunjung oleh setiap anggota organisasi, membuat mereka terikat kepada organisasi, dan dianut kuta dalam mengambil sikap, tindakan serta keputusan untuk menjalankan tugas untuk mencapai visi organisasi. Sedangkan Keyakinan bersama adalah suatu interpretasi dari proses berpikir secara tidak sadar tentang apa yang kita yakini dan memiliki kekuatan untuk meningkatkan atau menghancurkan peluang saat ini dan dimasa mendatang. Keyakinan bersama umumnya diungkapkan dalam bentuk hukum pelaksanaan (Code of conduct), hukum etika (code of ethics) atau perilaku etis (ethical behavior) yang menunjukkan bahwa seluruh keputusan, tindakan atau interaksi berbagai pihak didasari atas prinsip moral dan profesi organisasi.

Menurut Cummings & Worley (2005) bahwa hirarki budaya korporat terdiri dari dari :
a.       Asumsi dasar/basic assumption : merupakan level terdalam dan berada di alam bawah sadar,
b.      Tata Nilai/values : merupakan level kepedulian berikutnya tentang sebaiknya menjadi apa di dalam organisasi
c.       Norma : Memberitahukan para anggota tindakan apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dibawah keadaan tertentu,
d.      Artefak/artifacts : merupakan perwujudan konkret seperti sistem, prosedur, peraturan, struktur dan aspek fisik dari organisasi.

v  Implementasi Budaya Organisasi dan Budaya Kerja dalam Organisasi
Sungguh beruntung bahwa kita berada dalam organisasi BPKP bersama pimpinan yang memiliki wawasan dan visi kedepan yang sangat bijak, karena BPKP berada selangkah ke depan untuk menerapkan hal tersebut dibandingkan dengan instansi pemerintah lainnya. BPKP telah menerapkan budaya organisasi BPKP dan telah memiliki kebijakan dengan mencanangkan Program Budaya kerja sebagai salah satu agenda kegiatan utama dalam rangka peningkatan kinerja untuk mencapaian tujuan organisasi secara efektif. Hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor 913/SU/K/2010 tentang Grand Design Program Kerja Budaya Kerja BPKP dan SK Kepala BPKP Nomor 916/SU/K/2010 tentang Rencana Jangka Panjang Pengembangan Program Kerja Budaya Kerja BPKP Tahun 2010-2014.

Budaya Organisasi BPKP tercermin dalam Tata Nilai atau Nilai Luhur yang dimiliki oleh BPKP yakni PIONIR (Profesional, Integritas, Orientasi Hasil, Norma Etika, Independen dan Responsibel). Sementara itu, Perwujudan Keyakinan Bersama bagi BPKP telah di-implementasi-kan sebagai bentuk hukum pelaksanaan (Code of conduct), hukum etika (code of ethics) atau perilaku etis (ethical behavior) yakni dengan menerbitkan Buku Saku Aturan Perilaku Pegawai BPKP dan Penanda-tanganan Pakta Integritas bagi seluruh pegawai BPKP.

Apabila dikaji lebih lanjut bahwa Program Budaya Kerja BPKP tersebut merupakan hasil pemilihan atas kriteria keunggulan bagi kinerja organisasi BPKP. Kriteria keunggulan tersebut selaras dengan kirteria yang ditetapkan organisasi modern lainnya, dimana pada umumnya mengacu pada kriteria Baldrige. Kriteria Keunggulan Kinerja Organisasi yang semula dikenal dengan Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) ditetapkan oleh Presiden Amerika (George W. Bush) pada tanggal 5 Oktober 2004 yang mengesahkan penetapan kategori non profit organisasi yang dapat menggunakan kriteria Baldrige, termasuk perwakilan pemerintah dan seluruh organisasi non profit lainnya.

Kriteria Keunggulan Kinerja Organisasi sesuai kriteria Baldrige mencakup tujuh kategori yakni : (1) Kepemimpinan, (2) Perencanaan Strategis, (3) Fokus Pelanggan dan Pasar, (4) Pengukuran, Analisis dan Manajemen Pengetahuan, (5) Fokus Tenaga Kerja/SDM, (6) Manajemen Proses, dan (7) Hasil. Sedangkan kriteria keunggulan kinerja organisasi BPKP mengacu pada kriteria Baldrige tersebut diwujudkan dalam Program Kerja Budaya Kerja BPKP yang merupakan atribut dari Budaya Organisasi BPKP yang telah ditetapkan terdiri dari enam Program Kerja yakni : (1) Akhlak dan Etika, (2) Total Quality Control, (3) Organisasi Berbasis Pengetahuan, (4) Transparansi Organisasi, (5) Punctuality, dan (6) Kebersamaan dan Kesejahteraan.

Bahkan Budaya organisasi/Budaya kerja BPKP telah di-maintain atau ditradisikan setiap tahun dengan mengadakan lomba budaya kerja antar unit kerja dilingkungan BPKP mencakup Perwakilan BPKP seluruh Indonesia termasuk unit-unit kerja Pusat dan Kedeputian BPKP. Lomba Budaya Kerja antar unit kerja dilingkungan BPKP untuk tahun 2010 telah dilaksanakan pada tanggal  24- 28 September 2010 di Hotel LOR-IN, kota Solo.

v  Korelasi Budaya Organisasi/Kerja terhadap kinerja Organisasi
Namun demikian masih ada sebagian orang yang menganggap bahwa Program kerja Budaya Kerja BPKP yang telah dilakukan merupakan kegiatan sia-sia yang hanya menyita waktu dan menghamburkan anggaran kantor belaka, benarkah demikian?. Anggapan mereka yang skeptis (termasuk pendapat saya sebelumnya) adalah salah!, karena mereka belum memahami dan perlu sosialisasi agar dapat terlibat secara langsung untuk berpartisipasi menyukseskan kegiatan budaya Kerja BPKP tersebut.

Seperti yang saya uraikan sebelumnya bahwa organisasi modern menganggap budaya organisasi/budaya kerja merupakan komponen penting sebagai tools manajemen dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Walaupun BPKP belum melakukan penelitian atau memiliki alat ukur/metodologi dalam menganalisis korelasi antara Budaya Kerja dengan peningkatan kinerja. Namun artefak atas budaya organisasi terlihat secara nyata (tangible) dari berbagai aturan dan pola kebijakan yang ditetapkan BPKP selama ini.

Sedangkan  artefak atas budaya organisasi terlihat secara tidak nyata (intangible) terlihat dari sikap dan perilaku para pegawai BPKP yang profesional dan ke-mampu kompeten-an yang tercermin dalam melaksanakan tugas dan peran yang diembannya. Mau bukti!, coba anda tanya para stakeholder atau obrik mengenai sikap dan perilaku pegawai (walau belum terdokumentasi atau dilakukan penelitian secara intens tentang hal tersebut), mereka akan mengakui akan keprofesionalan pegawai BPKP dalam melaksanakan tugas dibandingkan instansi lainnya (bukannya untuk menyombongkan diri).

Selain itu, seperti kita ketahui banyak sekali pegawai BPKP yang diminta instansi lainnya baik untuk dipekerjakan atau diperbantukan baik pada Intansi Pemerintah Daerah, Kementrian atau departemen lainnya, termasuk BPK atau KPK, dsb. Secara organisasi, kesuksesan kinerja BPKP telah terwujud dengan baik dengan berbagai penghargaan yang diperoleh antara lain : BPKP memperoleh laporan keuangan beropini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Hasil penilaian atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) berpredikat terbaik, dan termasuk organisasi yang mampu menerapkan Reformasi Birokrasi dengan baik (bahkan saat ini BPKP duduk sebagai anggota Tim Reformasi Birokrasi bagi instansi lainnya), dan lain sebagainya.

v  Budaya Organisasi/Budaya Kerja sebagai Penangkal Resistensi atas Perubahan Lingkungan Organisasi
BPKP merupakan organisasi pemerintah yang tanggap terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya. Hal tersebut terjadi karena didukung oleh tataran organisasi maupun pola rekrut pegawai yang dilakukan cukup selektif termasuk dalam penentuan pimpinan yang duduk di dalam jabatan organisasi di dalamnya. Hal yang penting lainnya bagi pencitraan organisasi adalah moralitas organisasi dan pegawai menjadi titik fokus tersendiri yang merupakan faktor utama bagi keberlangsungan organisasi.

Oleh karena itu, ketika negara kita dihadapi oleh perubahan politik, sosial dan ekonomi akibat pengaruh globalisasi dan demokrasi sebagai era keterbukaan, BPKP mampu menghadapi kesemuanya itu dengan aman karena pengaruh budaya organisasi sebagai sumber kekuatan utama organisasi. Akibat tekanan politik dimana posisi legislatif mengambil peranan besar dibandingkan era pemerintahan sebelumnya, banyak organisasi pemerintah yang mengalami peleburan/merger karena ketidak efektifan fungsi dan peranan, dimana BPKP termasuk organisasi sebagai badan pengawasan pemerintah yang sempat di-issue-kan untuk dilebur karena dianggap memiliki peranan dan tugas yang sama dengan badan pengawasan yang sejenis.

Ketika era keterbukaan informasi bagi masyarakat digaungkan atas nama demokrasi, banyak organisasi mengalami krisis identitas dan demoralisasi organisasi akibat pengaruh tekanan politik. Banyak pimpinan organisasi pemerintah yang terlibat kasus korupsi yang terseret untuk di-meja hijau-kan, bahkan menjadi berita headline utama sebagai mega skandal korupsi terbesar di negeri kita, padahal BPKP termasuk organisasi yang rentan terhadap masalah tersebut.

Terkait dengan krisis identitas dan demoralisasi organisasi yang terjadi, justru BPKP sebagai badan pengawasan pemerintah mencoba memberikan solusi untuk keluar dari permasalahan tersebut yakni mewacanakan dengan meng-update sistem pengendalian organisasi yang dikenal dengan Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah (SPIP) yang telah diterbitkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, dimana BPKP memiliki peran penting yakni sebagai Badan Pembina SPIP bagi Instansi Pmerintah Pusat/Daerah. Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tersebut disebutkan bahwa SPIP terdiri dari lima unsur pengendalian  yakni (a) Lingkungan pengendalian, (b) Analisis Risiko, (c) Kegiatan pengendalian, (d) Informasi dan Komunikasi, dan (e) Pemantauan pengendalian.

Lingkungan pengendalian sebagai unsur pengendalian utama bagi organisasi karena merupakan fondasi dasar bagi keberlangsungan organisasi menghadapi perubahan lingkungan yang terjadi. Selain itu, hal yang cukup menarik pada unsur pengendalian pertama dari SPIP tersebut adalah menempatkan moralitas organisasi dan pegawai sebagai unsur pendukung utama organisasi. Karena bila kita kaji lebih jauh lagi, Lingkungan pengendalian SPIP terdiri dari delapan sub unsur yakni (1) penegakan integritas dan nilai etika, (2) komitmen terhadap kompetensi, (4) kepemimpinan yang kondusif, (5) pembentukan struktur organisasi sesuai kebutuhan, (6) penerapan kebijakan yang sehat terhadap pembinaan SDM, (7) perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah, dan (8) hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah lainnya.

v  Program Budaya Kerja sebagai Alat Ukur Evaluasi Dalam Penerapan SPIP bagi Organisasi
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penempatan moralitas organisasi dan pegawai sebagai kunci keberhasilan organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan agar dapat menyesuaikan secara fleksibel. Seperti yang diuraikan di atas, konsistensi kebijakan organisasi BPKP tercermin dalam menetapkan Program kerja Budaya kerja dalam Grand Design dan Rencana Jangka panjangnya yakni Pengembangan Peningkatan Program Akhlak dan Etika, termasuk program kerja budya kerja lainnya, yang dievaluasi secara berkala.

Sementara itu terkait dengan penerapan SPIP sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008 terhadap unsur pengendalian utama yakni lingkungan pengendalian, seperti yang dijelaskan sebelumnya, penempatan moralitas organisasi dan pegawai sebagai hal yang utama seperti yang tercantum dalam sub unsur komponen lingkungan pengendalian. Dengan demikian, terdapat keselarasan antara Program Budaya Kerja BPKP dengan penerapan atas SPIP dalam organisasi. Hal tersebut dapat menjelaskan sebagai benang merah yang merupakan kesulitan bagi auditor atau assesor dalam menganalisis atau mengevaluasi unsur lingkungan pengendalian yang dianggap abstrak.

Kegiatan organisasi dalam pelaksanaan program kerja Budaya Kerja dapat dievaluasi secara periodik melalui Laporan kegiatan Budaya Kerja secara periodik (per semester). Penjabaran program kerja Budaya Kerja atas kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan bagi organisasi dapat juga digunakan sebagai dasar evaluasi atas penerapan SPIP terutama terkait unsur lingkungan pengendalian. Sebagai contoh, evaluasi atas efektivitas organisasi dalam penerapan sub unsur lingkungan pengendalian yang pertama yakni Integritas dan Nilai Etika dapat didasari atas kegiatan program kerja Budaya kerja atas Laporan kegiatan Program Peningkatan Akhlak dan Etika.

Hal tersebut dapat menghilangkan kemasygulan para auditor selama ini yang menganggap sulit melakukan evaluasi atas sub unsur lingkungan pengendalian yang pertama yakni Integritas dan Nilai Etika karena bersifat abstrak, terutama dalam menganalisis keefektifan kegiatan yang dilakukan organisasi. Andai kata organisasi/instansi yang dilakukan penilaian atas penerapan SPIP belum melakukan kegiatan program Budaya Kerja, minimal metodologi atau metode penerapan yang dilakukan BPKP dalam mengevaluasi kegiatan Budaya kerja bisa digunakan sebagai acuan.

v  Simpulan dan Saran
a.       Simpulan
Para Pakar organisasi bersepakat untuk menempatkan budaya organisasi sebagai salah satu komponen penting sebagai alat manajemen bagi tercapainya organisasi secara efektif. BPKP telah menerapkan budaya organisasi BPKP dan telah memiliki kebijakan dengan mencanangkan Program Budaya kerja sebagai salah satu agenda kegiatan utama dalam rangka peningkatan kinerja untuk mencapaian tujuan organisasi secara efektif dengan menetapkan Grand Design Program Kerja Budaya Kerja BPKP dan Rencana Jangka Panjang Pengembangan Program Kerja Budaya Kerja BPKP Tahun 2010-2014.

BPKP merupakan organisasi pemerintah yang tanggap terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya. Hal tersebut terjadi karena didukung oleh tataran organisasi maupun pola rekrut pegawai yang dilakukan cukup selektif termasuk dalam penentuan pimpinan yang duduk di dalam jabatan organisasi di dalamnya. Oleh karena itu, ketika negara kita dihadapi oleh perubahan politik, sosial dan ekonomi akibat pengaruh globalisasi dan demokrasi sebagai era keterbukaan, BPKP mampu menghadapi kesemuanya itu dengan aman karena pengaruh budaya organisasi sebagai sumber kekuatan utama organisasi.

Walaupun BPKP belum melakukan penelitian atau memiliki alat ukur/metodologi dalam menganalisis korelasi antara Budaya Kerja dengan peningkatan kinerja. Namun artefak atas budaya organisasi terlihat secara nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) dari berbagai aturan dan pola kebijakan yang ditetapkan BPKP maupun sikap profesionalisme pegawai dalam melaksanakan tugas dan peran. Bahkan Budaya organisasi/Budaya kerja BPKP telah di-maintain atau ditradisikan setiap tahun dengan mengadakan lomba budaya kerja antar unit kerja dilingkungan BPKP mencakup Perwakilan BPKP seluruh Indonesia termasuk unit-unit kerja Pusat dan Kedeputian BPKP.

Sementara itu terkait dengan penerapan SPIP sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008 terhadap unsur pengendalian utama yakni lingkungan pengendalian, seperti yang dijelaskan sebelumnya, penempatan moralitas organisasi dan pegawai sebagai hal yang utama seperti yang tercantum dalam sub unsur komponen lingkungan pengendalian. Dengan demikian, terdapat keselarasan antara Program Budaya Kerja BPKP dengan penerapan atas SPIP dalam organisasi. Hal tersebut dapat menjelaskan sebagai benang merah yang merupakan kesulitan bagi auditor atau assesor dalam menganalisis atau mengevaluasi unsur lingkungan pengendalian yang dianggap abstrak.

b.      Simpulan
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.      BPKP selaku anggota Tim Reformasi Birokrasi bagi Instansi Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memasukkan program Budaya Kerja sebagai Program Nasional karena terbukti organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat memiliki ketahanan terkait adanya perubahan lingkungan yang begitu cepat akibat pengaruh globalisasi dunia.
2.      Dalam melakukan evaluasi atas program kerja budaya kerja tiap-tiap unit kerja seyogyanya Tim Budaya Kerja Pusat mengaitkan pula dengan kinerja yang dimiliki unit kerja tersebut. Atau dengan kata lain, perlunya suatu metode evaluasi yang menghubungkan antara program kerja budaya kerja dengan kinerja tiap unit kerja dalam rangka menilai keefektifan program budaya kerja tersebut.
3.      Evaluasi program budaya kerja yang dimaksud ditujukan untuk memudahkan evaluasi bagi auditor atau assesor terkait dengan penerapan SPIP dalam melakukan penilaian unsur lingkungan pengendalian yang dimiliki organisasi tersebut. Atau sebaliknya, dalam melakukan evaluasi atas penerapan SPIP (Diagnostic assesment) atas unsur lingkungan pengendalian perlunya mempertimbangkan metode kerja seperti yang dilakukan tim budaya kerja terkait dengan unsur pengendalian tersebut.


Sumber Pustaka :
  1. Nevizond Chatab, Diagnostic Management, PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2007.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
  3. Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor 913/SU/K/2010 tentang Grand Design Program Kerja Budaya Kerja BPKP
  4. Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor 916/SU/K/2010 tentang Rencana Jangka Panjang Pengembangan Program Kerja Budaya Kerja BPKP Tahun 2010-2014.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Auditor: Mengungkap Modus Operandi Pemeriksaan Dari Ketidaksengajaan

Kisah Dibalik Kesuksesan Bergulirnya Kembali Kompetisi Sepakbola di Tanah Air