MARI KITA BERKOMITMEN

Suatu pagi ketika seorang suami ingin pergi bekerja di tegur oleh istrinya yang bersungut-sungut “ Pa, mengapa kamu begitu semangat bekerja dan bangga dengan BPKP,… Padahal Papa bukan seorang pejabat dan penghasilan kita pas-pasan…”. Dengan kalem sang suami berkata “ Mamaku sayang, ini semua karena papa memiliki komitmen sebagai pegawai BPKP”, lanjutnya “ Bisa saja Papa keluar dari BPKP dan kerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan yang lebih besar,…. Namun belum tentu papa memiliki kepuasan kerja seperti di BPKP,.. Masalah rezeki, semua itu sudah ada yang ngatur khan… Sudah akh, papa pergi dulu nanti terlambat nih “.

Fragmen atau adegan di atas mungkin sering kita alami sehari-hari. Namun ada hal yang cukup menarik, mengapa kita masih mampu bertahan untuk tetap bertahan bekerja sebagai pegawai BPKP walau dengan penghasilan yang mungkin tidak sesuai dengan harapan mengingat harga bahan makanan pokok dan kebutuhan lain yang membumbung tinggi. Semua itu dilandasi dengan adanya Komitmen kita sebagai pegawai untuk tetap bersemangat bekerja pada organisasi tersebut. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan Komitmen?, benarkah komitmen merupakan motivasi seseorang untuk bekerja dalam organisasi.
·         Definisi Komitmen
Menurut Pakar Pemasaran, Colquitt, Lepine dan Wesson membagi komitmen menjadi tiga jenis yakni Continuance commitment, Affective commitment, dan Normative commitment. Mari kita kupas satu-persatu sebagai renungan diri apakah kita termasuk pada salah satu jenis komitmen tersebut.

Continuance commitment adalah komitmen yang dibangun semata-mata berdasarkan pertimbangan ekonomi, besaran gaji atau jabatan sangat mempengaruhi komitmen sesorang terhadap perusahaan. Semakin besar gaji yang diperoleh, maka semakin besar komitmen orang tersebut terhadap perusahaan. Orang tersebut akan berpikir dua kali untuk keluar dari perusahaan karena berharap tahun berikutnya akan memperoleh peningkatan gaji lebih tinggi atau memperoleh jabatan. Hal tersebut yang membuat seseorang tetap bertahan sebagai pegawai perusahaan. Kejelasan perencanaan atau transparansi pengembangan karir merupakan salah satu penentu besarnya komitmen seseorang terhadap organisasi sesuai dengan peribahasa “staying because you need to”.

Hal yang kedua, Affective commitment adalah komitmen yang dibangun berdasarkan rasa ikatan emosional seseorang terhadap perusahaan. Semakin besar ikatan emosional, maka semakin besar komitmen seseorang terhadap organisasi, Dengan demikian ia tidak mempertimbangkan besaran gaji yang diperoleh. Rasa ikatan emosional bisa berupa ikatan persaudaraan dengan teman sekerja atau suasana dan lingkungan kerja yang sangat nyaman baginya untuk tetap bertahan didalam organisasi tersebut, atau adanya kebanggaan baginya dan keluarganya menjadi pegawai perusahaan tersebut sesuai dengan peribahasa “staying because you want to”.

Dan yang terakhir, Normative commitment adalah komitmen yang dibangun berdasarkan suatu kewajiban. Perasaan yang menyelimuti seseorang dalam berkomitmen adalah rasa berhutang budi kepada organisasi (umumnya pegawai BPKP yang berasal dari Sekolah kedinasan, dimana mereka bersekolah dibiayai oleh negara, kemudian menjadi pegawai BPKP). Organisasi-lah yang membesarkannya, organisasi yang memberi kesempatan sehingga ia memiliki kompetensi seperti sekarang ini. Perhatian penuh dari organisasi turut memperbesar komitmen yang dimiliki karyawannya. Komitmen tersebutlah yang membuat sesorang bertahan di dalam organisasi karena merasa memiliki suatu kewajiban. Namun demikian, komitmen tersebut kurang mampu meningkatkan rasa menikmati pekerjaan hanya karena untuk pemenuhan kewajiban sesuai dengan peribahasa “staying because you ought to”.

Pada dasarnya ketiga jenis komitmen tersebut tidak dapat dipisahkan secara tegas, hanya dalam diri sendirilah yang merasa manakah yang paling menonjol diantara ketiganya. Oleh karena itu, jika anda merasa sadar bahwa anda termasuk golongan komitmen tertentu yang justru kurang menguntungkan bagi organisasi BPKP, marilah mencoba merubah diri untuk berusaha bagaimana kita merasa nyaman untuk bekerja demi kemajuan organisasi kita.





·         Penutup

Cobalah berusaha merenung dan merubah diri menuju komitmen yang kedua (Affective commitment). Tak ada salahnya memang kita harus memikirkan diri sendiri sepanjang tidak merugikan organisasi, namun bukankah lebih baik kita bergerak bersama untuk selalu berkomitmen untuk kemajuan organisasi kita. Ingatlah bagaimana pendiri BPKP berjuang, bayangkan kejayaan yang pernah kita raih dahulu. Sadarilah bahwa anda sekarang bisa begini, anda dihargai (bisa cari tambahan diluar) secara tak langsung karena anda bekerja disini. Mungkin kita akan ingat pula tanpa sadar bahwa kita pernah berdosa atau mencederai organisasi sehingga kita harus mengalami seperti ini. Tanpa sadar ditangan anda semua, maju mundurnya BPKP kita. Tanpa perlu menyalahkan orang lain dan saling berintropeksi diri marilah mulai sekarang kita berubah dan berbenah diri.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Selamat Ulang tahun BPKP ke-27, Sekali Jaya Tetap Jaya !!!

Ide penulisan : Jawa Pos, 16 Mei 2010 “ Suami bekerja Keras, Gaji masih belum Cukup”, Devie Deviesa CFP, Wealth Planner.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Auditor: Mengungkap Modus Operandi Pemeriksaan Dari Ketidaksengajaan

Cerpen Auditor : Mungkinkah Menyelamatkan Perusahaan Dari Analisis Teori Kebangkrutan?

Kisah Dibalik Kesuksesan Bergulirnya Kembali Kompetisi Sepakbola di Tanah Air